Abstract:
Keraton Kanoman merupakan salah satu situs peninggalan penting di Indonesia, sekaligus merupakan bagian penting dari sejarah kota Cirebon. Pengaruh akulturasi budaya menjadi isu yang selalu diangkat dalam membahas arsitektur situs bersejarah di Cirebon, tak terkecuali Keraton Kanoman. Namun belum terdapat penelitian yang mengungkapkan pengaruh arsitektur mana saja yang mempengaruhi perkembangan arsitektur Keraton Kanoman dan apa saja dampak dari perkembangan tersebut terhadap tata ruang dan massa keraton sehingga karakter Keraton Kanoman sendiri masih belum terdefinisi. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui perkembangan arsitektur Keraton Kanoman ditinjau dari tata ruang dan massa serta mengetahui pengaruh budaya terhadap bentukan arsitektur keraton.
Penelitian menggunakan metode komparatif historis yang disusun secara sinkronik dan diakronik. Peneliti membandingkan tatanan yang terdapat pada perkembangan suatu era terhadap teori tatanan ruang dan massa, kemudian disandingkan dengan tatanan ruang dan massa dari budaya lain yang teridentifikasi memiliki pengaruh terhadap perkembangan arsitektur keraton. Hasil analisis disajikan dalam tabel, diagram, dan timeline waktu. Adapun penelitian memiliki sifat kualitatif. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian sejenis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan baik bidang sejarah, arsitektur, maupun bidang lainnya.
Berdasarkan sejarah dan kondisi bangunan keraton saat ini, diduga terdapat lima budaya yang mempengaruhi arsitektur Keraton Kanoman, yakni Hindu Buddha, Jawa Islam, Cina, Islam Arab, dan Kolonial. Perkembangan keraton kemudian dibagi menjadi empat era berdasarkan urutan dibangunnya bangunan keraton. Pada akhirnya, pengaruh budaya Hindu Buddha dinilai paling banyak berpengaruh dalam perkembangan keraton. Biarpun mendapat pengaruh oleh Cina, Islam Arab, dan Kolonial pula, tatanan ruang dan massa keraton tetap mempertahankan pola tatanan awal dengan prinsip penataan Hindu Majapahit yang kemudian berubah karakter menjadi linearitas Jawa Islam. Transformasi tatanan massa akibat pengaruh budaya tertentu selalu terjadi pada setiap zaman, namun posisi bangunan dan zonasi tidak pernah berubah.