Abstract:
Pergerakan perekonomian Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia memiliki dampak terhadap perekonomian negara-negara lain, khususnya Indonesia. Berdasarkan data dari BPS, pada tahun 2012, RRT merupakan mitra dagang terbesar Indonesia sebagai negara tujuan ekspor terbesar sekaligus importir terbesar bagi Indonesia. Akan tetapi, sejak tahun 2012 hingga tahun 2015, RRT mengalami pelemahan perekonomian. Pelemahan perekonomian tersebut membuat PBOC (People’s Bank of China) mendevaluasi nilai yuan pada 11, 12, dan 13 Agustus 2015. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya saing ekspor RRT agar perekonomian RRT yang melemah dapat meningkat kembali. Hal tersebut sejalan dengan penelitian skripsi ini yang didasari oleh pertanyaan penelitian “Bagaimana hubungan dagang antara Indonesia dan RRT pasca devaluasi yuan tahun 2015?” Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif dengan struktur kerangka pemikiran yang akan dilandaskan melalui aplikasi beberapa teori dan konsep seperti, neo-merkantilisme; sistem moneter internasional; nilai tukar mata uang; devaluasi dan ekspor-impor. Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh penulis, penulis menemukan korelasi bahwa devaluasi yuan pada 2015 memberikan dampak bagi hubungan dagang ekspor-impor antara Indonesia dan RRT melalui penguatan nilai dolar AS yang membuat harga barang RRT menjadi semakin murah. Di mana, hal tersebut juga memengaruhi kenaikan neraca perdagangan antara kedua negara di tahun 2016 juga tahun 2017 yang didominasi oleh impor Indonesia dari RRT.