Abstract:
Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana kolaborasi yang dilakukan oleh
para stakeholders dalam mewujudkan program wajib belajar di Kecamatan
Cidadap. Teori yang digunakan adalah collaborative governance dari Kirk
Emerson, Tina Nabatchi, dan Stephen Balogh, yang mengemukakan tiga komponen
interaktif, yaitu : (1) Keterlibatan berprinsip, (2) Motivasi bersama, dan (3)
Kapasitas untuk aksi bersama. Ketiga komponen tersebut untuk melihat dinamika
yang dimiliki oleh setiap stakeholders dalam mencapai program wajib belajar di
Kecamatan Cidadap. Metode yang diterapkan adalah metode kualitatif dengan jenis
penelitianya adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui studi
dokumentasi dan wawancara dengan pemerintah, sekolah, CSO, dan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan setidaknya ada dua hal. Pertama, angka putus
sekolah di Kecamatan Cidadap meningkat dalam dua tahun terakhir sejak tahun
2016-2017. Kedua, peneliti menemukan ada tiga bentuk kolaborasi yang
stakeholders pendidikan lakukan dalam mewujudkan program wajib belajar.
Kolaborasi yang pertama berkaitan dengan pembuatan Kartu Indonesia Pintar untuk
pendidikan formal, yang berdampak adanya 119 anak memiliki KIP. Kolaborasi
yang kedua berkaitan dalam hal pendidikan informal atau pendidikan kesetaraan
bagi anak-anak yang putus sekolah, yang terdapat 78 anak yang mengikuti program
kesetaraan. Kolaborasi yang ketiga terkait pendidikan nonformal yang
disediadakan oleh pemerintah, yang menghasilkan 35 anak yang mengikuti
pelatihan tersebut. Stakeholders yang terlibat dalam kolaborasi tersebut adalah
Pemerintah Kota Bandung, PKBM Al-Latif, SMPN 52 Bandung, dan Forum Peduli
Anak Cidadap.