Abstract:
Jumlah kecelakaan lalu lintas di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.
Salah satu penyebab utama kecelakaan lalu lintas adalah kelelahan pengemudi. Kelelahan
dapat disebabkan oleh kurangnya durasi tidur yang dapat menyebabkan tingkat kantuk
pengemudi meningkat dimana tingkat kantuk merupakan indikator kelelahan. Selain itu,
kurangnya durasi tidur juga dapat menurunkan tingkat kewaspadaan pengemudi, terutama
pada kondisi jalan monoton karena dinyatakan dapat meningkatkan rasa kantuk. Salah
satu upaya yang dilakukan pengemudi untuk mencegah kelelahan adalah melakukan
latihan fisik secara teratur. Penentuan frekuensi latihan fisik yang tepat dianggap sebagai
faktor yang dapat mencegah terjadinya kelelahan.
Penelitian menggunakan simulator mengemudi dalam kondisi laboratorium
terkontrol. Variabel bebas dalam penelitian adalah frekuensi latihan fisik per minggu (tidak
latihan fisik atau 0 kali, sedang (1-2 kali), dan tinggi (4-5 kali)) serta durasi tidur (<5 jam
dan 5-7 jam). Variabel terikatnya adalah tingkat kantuk dan tingkat kewaspadaan. Simulasi
dilakukan oleh 12 orang partisipan pria berusia 18-25 tahun selama 60 menit pada kondisi
jalan monoton. Perlakuan yang diberikan merupakan dua level durasi tidur. Pengukuran
kelelahan terhadap tingkat kantuk objektif menggunakan Electroencephalography (EEG)
dengan membaca gelombang otak partisipan, sedangkan secara subjektif menggunakan
Karolinska Sleepiness Scale (KSS). Pengukuran tingkat kewaspadaan menggunakan
Psychomotor Vigilance Test (PVT). Data gelombang otak diolah menggunakan MATLAB
R2009A. Kemudian dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat. Lalu dilakukan uji Post-Hoc untuk mengetahui perbedaan level
yang signifikan dan uji korelasi untuk mengetahui hubungan kedua variabel.
Berdasarkan hasil uji ANOVA, diperoleh kesimpulan faktor frekuensi latihan fisik
mempengaruhi tingkat kantuk dan tingkat kewaspadaan sementara faktor durasi tidur
beserta interaksi keduanya tidak. Hasil dari uji Tukey menunjukkan ketiga level frekuensi
latihan fisik memiliki perbedaan yang signifikan. Frekuensi latihan fisik yang menghasilkan
tingkat kantuk terendah dan tingkat kewaspadaan tertinggi adalah 4-5 kali per minggu
(tinggi). Tingkat kantuk berdasarkan KSS dan PVT memiliki hubungan yang positif, begitu
juga tingkat kantuk dengan tingkat kewaspadaan.