Abstract:
Crude Palm Oil (CPO) merupakan komoditas unggulan Indonesia. Hal tersebut
dibuktikan bahwa Indonesia gencar melakukan ekspor ke negara-negara di
kawasan Uni Eropa seperti Belanda, Jerman, Spanyol dan Italia. Namun, pada
tahun 2010, ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa mengalami hambatan dagang
non-tariff, bahwa CPO Indonesia diasumsikan tidak ramah lingkungan dan
menjadi penyebab deforestasi sehingga tidak memenuhi standarisasi bahan baku
biofuels yang tertuang dalam Renewable Energy Directive (RED) Uni Eropa
2009. Maka, penelitian ini mengambil pertanyaan riset sebagai berikut:
“Bagaimana respon pemerintah Indonesia dalam menghadapi RED Uni Eropa
sebagai hambatan dagang non-tariff terhadap ekspor CPO Indonesia?” Untuk
menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penulis menggunakan teori Neo-
Merkantilisme. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dan tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menggambarkan respon pemerintah Indonesia
terhadap RED sebagai hambatan non-tariff Uni Eropa. Penelitian ini menemukan
bahwa respon pemerintah Indonesia berupa penetapan Indonesian Sustainable
Palm Oil (ISPO) dan pembentukan Council of Palm Oil Producing Countries
(CPOPC) bersama dengan Malaysia dinilai belum memberikan dampak signifikan
untuk menghentikan hambatan dagang non-tariff Uni Eropa. Tak cukup melalui
RED, Uni Eropa kemudian menetapkan Europe Parliament Resolution on Palm
Oil and Deforestation of Rainforest sebagai hambatan dagang non-tariff lainnya
untuk menyulitkan CPO Indonesia masuk ke Uni Eropa. Akibatnya, ekspor CPO
Indonesia ke Belanda, Jerman, Italia dan Spanyol hingga saat ini terus mengalami
fluktuasi.