Abstract:
Sengketa laut China Selatan bukan merupakan konflik yang baru saja muncul di
dunia internasional. Konflik ini dimulai semenjak abad ke-19 dimana enam negara yaitu
China, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, Filipina, dan Taiwan mengeluarkan klaim
bahwa pulau Spratly dan Paracel termasuk dalam wilayahnya. Pulau Spratly dan Paracel
terletak di area dekat kawasan Asia Tenggara dimana Indonesia berada. Indonesia,
berlandaskan kepentingan nasionalnya sendiri, membantu untuk menyelesaikan sengketa
laut China Selatan ini. Penelitian yang berjudul “Perbedaan Usaha-Usaha Diplomasi
Indonesia pada Masa Susilo Bambang Yudhoyono dalam Penyelesaian Sengketa Laut
China Selatan (2009-2016)” ini berusaha untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu
“Apa perbedaan usaha-usaha diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia pada masa
kepresidenanan Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo dalam penyelesaian
sengketa laut China Selatan?”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari tahu
bagaimana perbedaan yang terjadi terhadap penanganan aksi-aksi diplomasi yang
dilakukan oleh Indonesia terhadap konflik Laut China Selatan pada periode kepresidenan
Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Peneliti menemukan bahwa kedua
Presiden memiliki cara pandang yang berbeda dalam menentukan kepentingan nasional
yang harus dipenuhi lewat kebijakan luar negerinya. Susilo Bambang Yudhoyono lebih
mementingkan untuk menaikkan derajat Indonesia di dunia internasional dan salah
satunya adalah dengan berdiplomasi. Joko Widodo memprioritaskan penguatan domestik
melalui diplomasi. Dengan kedua pandangan ini, intensitas diplomasi Indonesia untuk
membantu penyelesaian sengketa Laut China Selatan pun berbeda.