Abstract:
Dalam dewasa ini, perkembangan perekonomian semakin pesat setiap harinya yang mengakibatkan tingginya transaksi keuangan dalam perputaran perekonomian tersebut. Dalam melakukan transaksi keuangan ini biasanya melibatkan suatu lembaga yang dinamakan dengan lembaga keuangan Bank. Kegiatan transaksi keuangan dalam Bank ini akhirnya menimbulkan sebuah interaksi yang intensif antara pihak Bank dengan pihak nasabah, dimana pada interaksi ini bukan tidak mungkin timbul suatu perselisihan atau friksi yang menyebabkan adanya sengketa antara kedua belah pihak.
Dengan adanya perselisihan ini, maka Bank Indonesia sebagai Bank Sentral mengeluarkan suatu peraturan yaitu PBI No. 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan PBI No. 8/5/PBI/2006 jo. PBI No. 10/1/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan. Namun, pada bulan Januari 2011 terbentuklah suatu lembaga yang dinamakan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga ini lahir berdasarkan amanat Pasal 34 Undang Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia. Hadirnya lembaga ini membuat adanya peralihan mengenai pengaturan dan pengawasan dalam bidang perbankan dari Bank Indonesia kepada lembaga OJK. Oleh karena peralihan ini, maka OJK mengeluarkan pula suatu peraturan yang mengatur mengenai penyelesaian sengket yaitu POJK No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan POJK. No. 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan. Isi muatan dalam kedua peraturan yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terdapat perbedaan atau pertentangan dalam pengaturannya. Adanya perbedaan ini menimbulkan suatu permasalahan dan pertanyaan yaitu peraturan manakah yang sebenarnya digunakan dalam mediasi perbankan di Indonesia yang kemudian menimbulkan suatu pertanyaan besar pula lembaga manakah yang sebenarnya berwenang untuk melakukan mediasi perbankan di Indonesia. Dari pertanyaan-pertanyaan dasar ini, maka menghantarkan pula kepada pertanyaan lanjutan yaitu bagaimanakah prosedur mediasi perbankan di Indonesia setelah adanya lembaga OJK dan apakah lembaga OJK berwenang mencabut peraturan Bank Indonesia apabila ternyata peraturan Bank Indonesia tersebut telah dicabut oleh lembaga OJK.
Melalui tulisan hukum ini, penulis menemukan jawaban atas masalah-masalah tersebut dengan melakukan studi kepustakaan dan melakukan wawancara kepada lembaga OJK. Jawaban yang penulis dapatkan dan simpulkan dari hasil studi kepustakan dan wawancara adalah bahwa PBI No. 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan PBI No. 8/5/PBI/2006 jo. PBI No. 10/1/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan belum dicabut pemberlakuannya karena masih digunakan oleh Bank Indonesia untuk menyelesaikan sengketa dalam bidang sistem pembayaran. Kemudian prosedur mediasi setelah adanya OJK yaitu dimana terdapat tahapan konfirmasi, klarifikasi, dan verifikasi yang dilakukan oleh OJK dan adanya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Sedangkan kewenangan lembaga OJK untuk mencabut peraturan Bank Indonesia adalah Pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia dan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan.