dc.description.abstract |
Pokok permasalahan dalam penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban hukum bagi korporasi yang melakukan tindak pidana illegal fishing. Pengaturan mengenai tindak pidana perikanan khususnya illegal fishing dirumuskan pada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 jo. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (disebut UU Perikanan) dalam pengaturannya tindak pidana illegal fishing tergolong kedalam kejahatan dan yang menjadi subjeknya dapat berupa orang dan/atau korporasi. Dalam perkembangannya, korporasi saat ini dapat dimintakan pertanggungjawaban secara langsung sehingga seharusnya jika tindak pidana perikanan dilakukan oleh korporasi yang dapat dituntut tidak saja mereka yang merupakan pelaku langsung dilapangan, tetapi pihak korporasi yang ada di belakang mereka. Sayangnya rumusan prinsip pertanggungjawaban korporasi dalam UU Perikanan mengalami kemunduran, dalam Pasal 101 UU Perikanan diatur bahwa korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban ketika melakukan suatu tindak pidana perikanan, tanggungjawab tersebut berupa tuntutan dan sanksi pidana yang dikenanakan kepada pengurus dengan catatan ditambah sepertiga dari pidana yang dijatuhkan. Melalui rumusan Pasal demikian, memang benar korporasi diakui sebagai subjek hukum dan dapat melakukan tindak pidana, namun korporasi tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana secara langung. Pengaturan tersebut menimbulkan banyak kelemahan, karena untuk kasus-kasus tertentu dimana keuntungan yang diperoleh oleh korporasi sebegitu besarnya dan/atau kerugian yang diterima masyarakat begitu besar, pengenaan pertanggungjawaban kepada pengurus menjadi tidak sebanding. Disamping itu rumusan tersebut juga tidak akan cukup meberikan jaminan bahwa korporasi tersebut tidak akan melakukan perbuatan serupa di kemudian hari karena bagi korporasi akan lebih mundah mengganti pengurus dari pada mengganti korporasi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang dapat diartikan suatu metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum, dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang tersedia. Sumber hukum primer yang menjadi bahan penelitian terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 jo. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), serta lain yang terkait. Sumber hukum sekunder dari penelitian ini terdiri dari buku-buku dan artikel relavan baik dalam bentuk fisik maupun digital yang berkaitan dengan penelitian ini. |
en_US |