Abstract:
Penelitian ini menganalisis Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 sehubungan dengan alasan perceraian akibat peralihan agama atau murtad. Ketidaksejalanan terdapat pada alasan tersebut dimana pada hukum positif tentang perkawinan tidak dicantumkan secara eksplisit menyebutkan murtad adalah salah satu alasan perceraian atau pengaturan demikian maka tidak menutup kemungkinan akan timbul suatu persepsi yang berbeda-beda terhadap perkara-perkara yang sama. Prinsip-prinsip perkawinan dalam hukum Islam tidak membolehkan perkawinan beda agama. Jika dihubungkan dengan perpindahan agama dalam hukum Islam maka prinsip hukum Islam yang melarang adanya perbedaan agama menjadi tidak dipenuhi, sedangkan ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam menolak tegas adanya perbedaan agama atau murtad. Oleh karena itu perlu adanya sinkronisasi peraturan mengingat Kompilasi Hukum Islam merupakan salah satu dasar hukum untuk mengatur perkawinan yang mengikat bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang diartikan sebagai metode yang digunakan dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sumber hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, UU No 1/1974, PP No. 5/1975, Kompilasi Hukum Islam serta peraturan lain yang terkait dengan penelitian ini. Sumber hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku dan artikel-artikel dalam web yang terkait dalam penelitian ini. Sumber hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ensiklopedia dan Tesaurus.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 1) Eksistensi atau keberadaan Kompilasi Hukum Islam dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan Nasional sampai saat ini masih dalam bentuk Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. Jika dihubungkan dengan Pasal 7 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 keberadaan hukumnya masih lemah dan tidak mengikat. Sedangkan keberadaan atau eksistensi KHI dalam Perkembangan Hukum di Indonesia selalu mengalami perkembangan. KHI masih digunakan sebagai rujukan dari hakim di Pengadilan Agama, maka seharusnya posisi hukum KHI perlu diperjelas dimana urutan dalam hirarki perundang-undangan di Indonesia. Upaya menjadikan KHI dalam bentuk Undang-Undang merupakan upaya yang sangat tepat, sebab KHI yang saat ini statusnya masih Instruksi Presiden (INPRES) dipandang masih lebih rendah tingkatannya dari Undang-Undang. 2) Harapan agar Kompilasi Hukum Islam dilegitimasikan sebagai peraturan perundang-undangan agar menjadi ketentuan yang mengikat dan berlaku atau Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan peraturan Mahkamah Agung (PERMA) sehingga mengikat bagi para hakim dalam membuat putusannya.