Abstract:
Nikel merupakan logam yang banyak digunakan dalam dunia industri untuk membuat alat-alat yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Sumber utama nikel adalah bijih nikel yang berasal dari alam. Untuk mengambil unsur nikel tersebut, perlu dilakukan proses leaching terhadap bijih nikel. Proses leaching terbagi menjadi beberapa jenis menurut prinsipnya, dan dalam proses leaching, banyak variabel yang dapat mempengaruhi jalannya proses leaching. Oleh karena itu, untuk mendesain proses industri produksi nikel yang efisien dan berkelanjutan, diperlukan dilakukan pembelajaran mengenai variabel-variabel tesebut.
Dalam penelitian ini dilakukan penentuan tahap pengontrol dan pembandingan model shrinking core dan lump berdasarkan koefisien relatifitas dan persentase kesalahan model. Dengan pengkajian model tersebut, dapat diketahui model mana yang paling cocok digunakan untuk menentukan persentase recovery dari nikel, sehingga dapat digunakan untuk memprediksi hasil proses leaching selanjutnya. Selain itu, dalam penelitian ini juga dicari nilai energi aktivasi yang diperlukan selama proses leaching berlangsung. Nilai Ea ini dapat menjadi acuan untuk proses leaching nikel laterit lainnya.
Pada penelitian ini digunakan variasi suhu larutan asam pada 303 K, 333 K dan 358 K dan ukuran partikel tanah nikel laterit pada ukuran mesh -60+70, -100+120 dan -200. Model yang digunakan adalah model shrinking core dan model lump. Proses leaching akan dilakukan pada labu leher tiga yang dilengkapi dengan kondensor, motor pengaduk dan termometer. Labu leher tiga tersebut kemudian dicelupkan ke dalam waterbath. Proses leaching dilakukan selama 120 menit, dan sampel akan diambil pada menit ke 5, 10, 15, 30, 60 dan 120. Padatan dan cairan sampel kemudian dipisahkan dengan gravitasi, lalu filtrat diencerkan, kemudian filtrat encer dianalisis menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy).
Dari penelitian ini dirumuskan bahwa semakin tinggi suhu operasi dan semakin kecil ukuran partikel, maka nilai recovery nikel semakin besar. Penulis menemukan bahwa tahap difusi abu merupakan rate-determining step dari proses leaching. Penulis juga menemukan bahwa model Shrinking Core masih memiliki beberapa kelemahan seperti yang akan dijelaskan pada laporan ini. Model Lump yang digunakan untuk mengevaluasi model Shrinking Core memberikan hasil yang lebih akurat ditinjau dari nilai persentase kesalahan relatif yang didapat. Model Lump memiliki selisih persentase kesalahan 15% dengan model Shrinking Core. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa bijih nikel laterit dari Pomalaa, Sulawesi Tenggara memiliki nilai energi aktivasi sebesar 26,338 kJ/mol. Nilai ini menunjukkan bahwa bijih nikel laterit ini relatif mudah untuk di ekstrak.