Abstract:
Pembangunan gedung bertingkat yang dibangun pada area terbatas menyebabkan bentuk gedung
menjadi sulit untuk dibuat beraturan. Sistem struktur pada bangunan tidak beraturan sebaiknya
dihindari, salah satu cara mengatasinya adalah dengan merencanakan sistem dilatasi. Sambungan
antar kedua sistem struktur diperlukan untuk menutupi celah dilatasi antar struktur yang dapat
berupa karet (neoprene rubber sheet) sehingga saat gempa terjadi, karet akan menyerap sebagian
besar energi dan sisanya akan ditransfer ke elemen struktur tanpa menyebabkan kerusakan.
Pemodelan dilakukan dengan menganalisis struktur terpisah serta gabungan dengan
membandingkan perilaku struktur gedung dengan sambungan kaku dan struktur gedung dengan
sambungan elastis. Struktur gedung dengan sambungan elastis memiliki pola ragam gerak struktur
yang dominan translasi dan perioda struktur yang terjadi lebih besar dibandingkan struktur dengan
sambungan kaku dengan perbedaan sebesar 4,25% pada ragam gerak pertama dan 4,71% pada
ragam gerak kedua. Peralihan struktur pada gedung dilatasi dengan sambungan elastis terjadi lebih
besar daripada gedung dengan sambungan kaku dengan perbedaan sebesar 0,199%. Besarnya gaya
geser dan momen yang terjadi pada struktur gedung dilatasi dengan sambungan kaku lebih besar
sehingga luas tulangan yang diperlukan oleh struktur lebih banyak daripada struktur dengan
sambungan elastis dengan perbedaan luas tulangan sebesar 23,721%. Struktur gedung dilatasi
dengan sambungan kaku memiliki gaya aksial yang lebih besar daripada struktur gedung dengan
sambungan elastis yaitu perbedaan sebesar 0,131% pada kolom struktur gedung 8 lantai dan
0,063% pada kolom struktur gedung 12 lantai. Hal ini menyebabkan sambungan elastis berupa
karet dapat mengurangi penggunaan dimensi struktur yang besar.