Abstract:
Layanan over the top (OTT) dapat disediakan oleh penyedia layanan OTT asing dengan ketentuan wajib menjadi bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan menimbulkan pertanyaan mengenai apakah penyedia layanan OTT asing dan server dapat dikategorikan sebagai BUT di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, diperoleh kesimpulan bahwa yang menjadi kriteria bagi penyedia layanan OTT asing agar dapat dikategorikan sebagai BUT, dapat berupa tempat tetap, atau keberadaan pegawai Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) atau pihak lain yang bertindak untuk atau atas nama SPLN yang menyediakan layanan OTT untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Kendala dalam menetapkan server sebagai BUT adalah server dapat berpindah-pindah, kriteria server yang dapat dikategorikan sebagai BUT belum diatur dengan jelas, dan sulit mendeteksi fungsi apa yang dijalankan server terhadap aktivitas keseluruhan perusahaan. Cara menangani kendala penetapan server sebagai BUT adalah dengan melakukan analisa secara terus menerus terhadap e-commerce, merujuk kepada kriteria pemajakan e-commerce dalam OECD Model, dan menjadikan asas keadilan dan asas sumber sebagai dasar penetapan server sebagai BUT.