dc.description.abstract |
Negara Indoesia merupakan Negara hukum. Salah satu unsur dari Negara Hukum adalah adanya asas kepastian hukum. Asas kepastian hukum menuntut agar adanya kesesuaian antara peraturan yang dibentuk dan penerapan peraturan tersebut dalam masyarakat. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa pengangkatan anggota Direksi hanya bisa dilakukan melalui RUPS dalam jangka waktu tertentu guna menjalankan seluruh kegiatan perseroan sehari-hari. Namun, dalam praktik telah ditemukan suatu pengangkatan anggota Direksi melalui Surat Kuasa Penunjukan yang dibuat oleh Direktur Utama dihadapan Notaris guna menjalankan dan mengurus proyek yang dimiliki oleh perseroan. Berdasarkan hal tersebut, Penulis bermaksud untuk meneliti lebih lanjut mengenai akibat hukum dari pembentukan surat kuasa penunjukan, tanggung jawab Perseroan Terbatas apabila tindakan yang dilakukan oleh Penerima Kuasa (Direktur) menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga, serta tanggung jawab Pemberi Kuasa (Direktur Utama) apabila tindakan yang dilakukan oleh Penerima Kuasa (Direktur) menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, hingga bahan hukum tersier yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Perjanjian pemberian kuasa yang dibuat oleh seseorang yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan berakibat batal demi hukum. Setiap perjanjian yang dibentuk oleh seorang Direksi akan mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan Terbatas. Tetapi tindakan Direksi yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan tidak menjadi tanggung jawab Perseroan Terbatas, melainkan tanggung jawab pribadi dari seorang Direksi. Pemberi Kuasa selaku pihak dalam perjanjian pemberian kuasa bertanggung jawab atas segala tindakan Penerima Kuasa guna menjalankan kuasanya. Namun, ketika perjanjian pemberian kuasa tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, perjanjian tersebut berakibat batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada semenjak semula, maka Pemberi Kuasa tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh Penerima Kuasa. |
en_US |