Abstract:
Pada tahun 2008 dunia mengalami krisis finansial sehingga usaha-usaha kecil mikro dan menengah sulit untuk mencari modal, untuk merespon hal tersebut hadirlah suatu skema yang dinamakan Crowdfunding. Praktik tersebut merupakan sebuah panggilan terbuka untuk penyediaan sumberdaya finansial dalam bentuk donasi atau dalam bentuk pertukaran hadiah dan/atau hak suara dalam mendukung insiatif untuk melakukan sesuatu. Terdapat dua kelompok besar dari crowdfunding yaitu donation-based dan investment-based. Dalam tulisan ini penulis akan membahas crowdfunding dengan jenis yang kedua yaitu peer to peer lending. Secara umum peer to peer lending dapat diartikan sebagai pasar online yang mempertemukan pemberi pinjaman/investor dengan peminjam atau sebagai suatu perusahaan yang mempertemukan para pemberi pinjaman dengan para pencari pinjaman. Dalam peer to peer lending pendana menaruh atau meminjamkan dananya dengan mengaharapkan suatu kuntungan moneter tertentu berbentuk bunga. Dalam proses peminjaman dana tersebut investor tentunya memanfaatkan jasa dari perusahaan peer to peer lending selaku pihak yang mengelola website peer to peer lending. Sebagai pihak yang memanfaatkan jasa dari perusahaan peer to peer lending, tentunya pemberi pinjaman secara umum dapat dikategorikan sebagai konsumen dari perusahaan peer to peer lending. Hal tersebut dipertegas dengan adanya perjanjian penggunaan peer to peer lending antara perusahaan peer to peer lending dengan pemberi pinjaman selaku investor. Dikarenakan kedudukannya sebagai konsumen dari perusahaan peer to peer lending tentunya pemberi pinjaman berhak untuk mendapatkan perlindungan. Oleh karena itu melalui tulisan ini, penulis ingin menemukan bagaimana perlindungan konsumen terhadap pemberi pinjaman dalam peer to peer lending berdasarkan Undang-Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Mengingat berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 77 Tahun 2016, mengindikasikan perusahaan peer to peer lending sebagai lembaga jasa keuangan, Sehingga perlindungan konsumennya perlu mengacu kepada Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.