dc.description.abstract |
Penulisan hukum ini bertujuan untuk memaparkan apakah fungsi otopsi dalam proses peradilan pidana. Penulisan hukum ini juga akan menganalisa tentang intervensi dari keluarga korban berkaitan dengan proses otopsi karena dalam praktiknya seringkali terjadi penolakan keluarga yang mengakibatkan terganggunya proses hukum acara pidana yang sedang berlangsung.
Pada dasarnya Otopsi merupakan bedah mayat yang bertujuan mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa yang terjadi, seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan. Bedah mayat semacam ini dilakukan biasanya atas permintaan pihak kepolisian atau kehakiman untuk memastikan sebab kematian seseorang. Apakah karena tindak pidana kriminal atau kematian alamiah. Sehingga penting bagi penyidik untuk melakukan otopsi terhadap kasus-kasus tertentu dimana pelakunya tidak jelas diketahui juga sebab kematian korban juga tidak diketahui dengan pasti. Hal ini berkaitan dengan kebenaran materil dari suatu kasus juga asas yang ada pada hukum pidana itu sendiri yaitu “in dubio pro reo” yang artinya apabila ada keragu-raguan makan harus diputuskan yang menguntungkan terdakwa. Juga asas legalitas dimana seseorang tidak boleh dihukum atas apa yang tidak dilakukannya.
Pada praktiknya, penolakan ini kerap dilakukan oleh keluarga korban dengan alasan keagamaan atau adat istiadat dan tidak jarang pula penolakannya tersebut dikabulkan oleh penyidik sehingga terhadap korban tidak dilakukan otopsi yang mengakibatkan tidak diketahui dengan benar penyebab kematian dari korban tersebut.
Padahal dalam Pasal 222 KUHP telah diatur bahwa siapapun yang menghalangi proses otopsi bisa dikenakan hukuman pidana. Namun, dalam Pasal 134 KUHAP ternyata penolakan keluarga secara tersirat seakan diperbolehkan karena dalam rumusan pasalnya tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai penolakan keluarga. Hal inilah yang menjadi celah untuk tidak dilakukannya otopsi terhadap korban kejahatan yang meninggal dunia.
Penulisan hukum ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif, yaitu pendekatan metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan hukum primer, data sekunder dan bahan hukum tersier dengan meneliti KUHAP, KUHP, Peraturan Kapolri serta melakukan wawancara langsung dengan Penyidik di Polres Sukabumi. Selain itu penulis juga menggunakan buku-buku dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan langsung dengan proses otopsi dalam kaitannya dengan proses pembuktian tindak pidana.
Hasil dari penelitian hukum yang dilakukan adalah bahwa adanya berkaitan dengan fungsi otopsi dalam proses pembuktian yang begitu besar maka penolakan oleh keluarga tersebut tidak boleh mengganggu proses otopsi yang akan dilakukan. Meskipun pemberitahuan proses otopsi perlu untuk dilakukan namun tetap saja keputusan mengenai dilakukannya otopsi ada ditangan penyidik karena sesungguhnya kasus seperti ini adalah kasus pidana yang merupakan hukum publik dimana kewenangan korban seluruhnya dilimpahkan kepada negara bukanlagi milik korbanatau keluarga korban. |
en_US |