Abstract:
Di Indonesia keberadaan rumah apung bukanlah suatu hal yang baru. Dibeberapa daerah seperti Kalimantan, dan Palembang memiliki rumah tradisional berupa rumah apung. Walaupun keberadaan rumah apung di Indonesia bukan hal baru, namun pengaturan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan terhadap rumah apung belum diatur. Rumah apung merupakan rumah dengan sistem konstruksi yang tidak melekat dan menempel pada permukaan tanah, melainkan bertumpu pada sistem pengapung di atas permukaan air. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan ilmu arsitektur, yaitu dengan mengkaji bahan-bahan pustaka (studi kepustakaan). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder, yang mencakup bahan hukum primer, skunder, dan tersier.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari definisi yang telah disebutkan sebelumnya, rumah apung tidak dapat dimasukkan ke dalam objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Akibatnya timbul kekosongan hukum. Selain itu juga muncul ketidak pastian hukum bagi wajib pajak.