dc.description.abstract |
Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang juga teknologi yang mana bertujuan untuk mempermudah manusia dalam melaksanakan upaya-upaya tertentu dalam kehidupannya. Termasuk juga dalam hal perjanjian. Pada awalnya, perjanjian dilakukan secara tatap-muka dengan menggunakan kertas sebagai media (paper-based), tetapi sekarang, sudah menjadi hal yang biasa untuk melakukan perjanjian secara elektronik, yang lebih dikenal dengan beberapa nama, antara lain; Transaksi Elektronik, Transaksi Online, Perjanjian Elektronik, dan lain sebagainya.
Dalam dewasa ini, bukan lagi hal yang jarang terjadi di mana Transaksi Elektronik dilakukan dengan melanggar syarat-syarat keabsahan perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata. Pada umumnya, yang paling sering terjadi adalah Transaksi Elektronik yang dilakukan oleh pihak yang belum cakap (melanggar Pasal 1320 butir 2) dan Transaksi Elektronik yang objeknya melanggar peraturan perundang-undangan (melanggar Pasar 1320 butir 4). Tak hanya itu, Transaksi Elektronik tidak terlepas dengan kemungkinan akan adanya wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Oleh karena itu, tulisan ini berusaha untuk menjawab mengenai pengaturan terhadap keabsahan suatu Transaksi Elektronik, serta akibat hukumnya, dan wanprestasi, perbuatan melawan hukum dalam Transaksi Elektronik, serta perlindungan hukum apa yang diberikan terhadap para pihak.
Kiranya tulisan ini dapat membantu para pembaca untuk mengetahui jawaban dari permasalahan yang dimaksud di atas dengan membaca tulisan ini, serta juga dapat menerapkannya dalam praktik. |
en_US |