Abstract:
Dewasa ini, cukup banyak fenomena penggunaan circumstantial evidence dalam memutus perkara pidana di Indonesia, sebagaimana kita ketahui bahwa di Indonesia tidak mengatur mengenai circumstantial evidence dan dalam memutus suatu perkara hakim harus menggunakan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinanan hakim. Selain itu masih terdapat para praktisi hukum yang menyamakan antara alat bukti petunjuk dan circumstantial evidence, selain itu juga mengenai putusan-putusan pidana yang menggunakan circumstantial evidence¸ karena di Indonesia sendiri menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara negative, oleh karena itu penulis mengangkat problema mengenai circumstantial evidence dan alat bukti petunjuk, mengenai kekuatan dari circumstantial evidence serta perlu atau tidaknya pengaturan mengenai circumstantial evidence dalam hukum acara pidana di Indonesia. Hasil dari penelitian yang penulis lakukan yaitu agar tidak terjadi kesalahan dalam menggunakan antara circumstantial evidence dan alat bukti petunjuk, karena kedua hal tersebut sangat berbeda, dan juga mengenai perlu nya pengaturan kembali mengenai alat bukti yang sah dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, karena masih terdapat perkara-perkara yang sukar untuk dibuktikan bila hanya mengacu kepada aturan dalam KUHAP mengenai alat bukti yang sah, sebagai contoh yaitu kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Jessica, Pollycarpus dan lain sebagainnya.