dc.description.abstract |
Sumber daya alam hayati merupakan suatu unsur terpenting dalam suatu
ekositem. Unsur-unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya saling
bergantungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga pemanfaatannya juga
saling mempengaruhi yang menimbulkan kerusakan dan kepunahan salah satu
daripadanya akan berakibat terganggunya ekosistem. Hal ini pun diatur di dalam
Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, dengan membuat bentuk kegiatan konservasi baik in
situ maupun ex situ agar pengelolaan sumber daya alam hayati tersebut dapat
dilakukan secara bijaksana dengan memperhatikan kelestariannya. Namun pada
kenyataannya, pelaksanaan kegiatan konservasi itu pun belum dapat dilaksanakan
dengan baik, beragam penyebabnya berasal dari faktor hukum dan non hukum.
Dalam penelitian ini, penulis melihat contoh dalam kegiatan konservasi terhadap
pengelolaan Cagar Alam Gunung Papandayan (CAGP) yang terletak di
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Bahwa berdasarkan hasil analisis dengan
menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, didapatkan kesimpulan bahwa
kewenangan dalam pengelolaan konservasi di CAGP dilaksanakan oleh Unit
Pelaksana Teknis dibawah Dirjen KSDAE yang bertanggung jawab pada
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Terbatasnya jumlah personil
petugas dilapangan dengan luas cakupan wilayah konservasi tersebut,
menyebabkan belum maksimal kegiatan peletarian dan pengelolaan di CAGP.
Lalu kolaborasi pengelolaan kawasan dengan masyarakat yang bermukim di
sekitar kawasan CAGP belum dibangun dengan baik, serta minimnya peran
Pemerintah Daerah dalam mengelola langsung kawasan konservasi tersebut. Oleh
karena itu, perlu adanya penambahan personil pada unit pengelola, pemberian
kewenangan lebih pada Pemda dan kajian ulang terhadap UU No.5 Tahun 1990
tentang KSDAE sebagai dasar terhadap pengelolaan sumber daya alam hayati
secara bijaksana. |
en_US |