Abstract:
Adanya korporasi yang melakukan kejahatan sekarang ini bukanlah hal yang langka, media massa seringkali memberitakan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi baik di luar maupun di dalam negeri. Kejahatan yang dilakukan oleh korporasi ini ternyata tidak hanya terjadi pada masa-masa sekarang saja, tetapi sudah berlangsung sejak lama. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan oleh tim pembaharuan KUHP saat ini yang mempertegas pelaku kejahatan bukan hanya orang (naturalijk person), tetapi juga badan hukum (recht person).Diterimanya korporasi sebagai subjek tindak pidana, menimbulkan permasalahan dalam hukum pidana di Indonesia, khususnya yang menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana pada korporasi. Sebab bagaimanapun kita masih menganut azas ”tiada pidana tanpa kesalahan”. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui apakah sistem hukum Indonesia memungkinkan meminta pertanggungjawaban korporasi dan sejauhmana diperlukan pertanggungjawaban pidana korporasi berkaitan dengan tindak pidana perbankan.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif yaitu metode pendekatan dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum dan mengutamakan penelitian kepustakaan serta bagaimana implementasinya dalam praktik, spesifikasi penelitian deskriptif analitis, yaitu menggambarkan objek yang diteliti berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier dan kemudian menganalisis data yang diperoleh baik bahan hukum primer atau sekunder untuk membahas permasalahannya.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, menggunakan doktrin atau teori-teori pertanggungjawaban pidana korporasi maka bagi penegak hukum di Indonesia seharusnya tidak ada permasalahan hukum lagi untuk mengajukan suatu korporasi sebagai tersangka dan terdakwa dalam sistem peradilan pidana Indonesia, sejauh hal itu dibenarkan oleh undang-undang (misalnya undang-undang tindak pidana ekonomi). Cukuplah kalau dapat dibuktikan bahwa perbuatan pengurus atau pegawai korporasi itu dalam lalu lintas kehidupan-bermasyarakat berlaku sebagai perbuatan korporasi yang bersangkutan. Kesalahan (dolus atau culpa) mereka harus dianggap sebagai kesalahan korporasi. Mengingat peranan korporasi perbankan sebagai pemberi kerja, maka penerapan sanksi, khususnya penutupan perusahaan, terhadap korporasi harus dipertimbangkan dengan cermat dan hati-hati. bahwa dampak pemberian sanksi terhadap korporasi dapat menimpa pada orang-orang yang tidak berdosa, seperti karyawan, konsumen, pemegang saham, dan sebagainya. Sebaliknya, apabila tindak pidana yang dilakukan sangat berat, maka di berbagai negara dipertimbangkan untuk menerapkan denda dan pengumuman keputusan hakim (adverse publicity) sebagai sanksi atas biaya korporasi, sebab dampak yang ingin dicapai tidak hanya yang mempunyai financial impacts, tetapi juga mempunyai non-financial impacts