Abstract:
Mayoritas bangunan perkantoran bertingkat tinggi di Indonesia mengutamakan efisiensi
dan efektifitas baik dari segi ruang, waktu, dan biaya pembangunan. Akibatnya muncul bentukbentuk
bangunan perkantoran bertingkat tinggi yang minim artikulasi bentuk dan fasadnya yang di
dominasi kaca telanjang. Walaupun demikian, terdapat pula bangunan perkantoran bertingkat
tinggi yang memiliki artikulasi bentuk serta fasad yang tidak didominasi penggunaan kaca,
walaupun jumlahnya relatif sedikit. Wisma Dharmala Sakti Jakarta dan Wisma Dharmala Sakti
Surabaya adalah salah satunya. Terlebih, kedua bangunan ini dirancang oleh arsitek asing, yaitu
Paul Rudolph. Berdasarkan potensi-potensi yang terdapat pada kedua bangunan, penelitian ini
difokuskan pada prinsip Paul Rudolph dalam merancang bangunan perkantoran bertingkat tinggi
pada Wisma Dharmala Sakti Jakarta dan Wisma Dharmala Sakti Surabaya.
Melihat fenomena bangunan perkantoran bertingkat tinggi di Indonesia seperti diuraikan
sebelumnya, jumlahnya yang sedikit dan artikulasi bentuknya yang variatif membuat bangunan
perkantoran bertingkat tinggi rancangan Paul Rudolph di Indonesia menjadi menarik untuk
dibahas dan dipahami lebih dalam. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap seluruh hubungan
yang terjalin antara prinsip perancangan Paul Rudolph dengan bangunan Wisma Dharmala Sakti
Jakarta dan Wisma Dharmala Sakti Surabaya.
Menggunakan metode kualitatif-interpretatif, penelitian ini menggunakan teori terkait
pemahaman fungsi perkantoran, serta teori terkait latar belakang dan dasar pemikiran Paul
Rudolph, serta teori perancangan menurut Paul Rudolph sebagai studi literatur. Teori Anatomi
bangunan digunakan sebagai alat bedah kasus studi, yaitu Wisma Dharmala Sakti Jakarta dan
Wisma Dharmala Sakti Surabaya.
Hasil dari penelitian ini adalah enam butir prinsip perancangan bangunan perkantoran
bertingkat tinggi menurut Paul Rudolph yaitu pengulangan bentuk elemen bangunan, hubungan
antar ruang, kontrol psikologis manusia, rotasi elemen bangunan, pencahayaan pada bangunan,
dan citra atau aksen kawasan. Penerapan prinsip Paul Rudolph pada kedua kasus studi dapat
dilihat dominasinya pada rotasi dan pengulangan bentuk elemen bangunan. Penerapan kedua
prinsip tersebut dapat memenuhi ketiga aspek perancangan Paul Rudolph yaitu aspek bentuk,
konteks, dan siklus.
Manfaat dari diselesaikannya penelitian ini adalah untuk menambah pembendaharaan
arsitektur mengenai prinsip perancangan perkantoran bertingkat tinggi di Indonesia bagi institusi
pendidikan terkait, menjadi bahan pertimbangan dan masukan agar para arsitek dan pemangku
kepentingan lebih peka serta kritis dalam merancang bangunan tinggi di Indonesia, menjadi
referensi dan bahan studi mengenai prinsip perancangan bangunan perkantoran bertingkat tinggi
bagi mahasiswa, akademisi, arsitek, dan masyarakat dengan fokus studi yang bersangkutan, serta
menambah wawasan mengenai prinsip perancangan Paul Rudolph khususnya dalam merancangan
perkantoran bertingkat tinggi di Indonesia bagi peneliti.