Jentrifikasi seni dan budaya, dilema desain di Indonesia. Kasus : Kota Bandung

Show simple item record

dc.contributor.author Budiyuwono, Hartanto
dc.date.accessioned 2017-07-12T04:47:09Z
dc.date.available 2017-07-12T04:47:09Z
dc.date.issued 2010
dc.identifier.issn 978-979-17433-4-1
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/2499
dc.description Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Seni Rupa dan Desain Dalam Transformasi Budaya Indonesia. Bandung, 2010. en_US
dc.description.abstract Jentrifikasi (gentrification) yang dipopuperkan oleh sosiolog Ruth Glass untuk memotret permasalahan kota dan segregasi kelas sosial di utara London pada tahun 1964. Dalam perkembangannya jentrifikasi banyak mengalami interpretasi beragam dengan banyak melibatkan berbagai displin ilmu (2006, Muhammad Sani Roychansyah). Jentrifikasi dalam beberapa kasus muncul di beberapa negara (Smith, 2002; Butler, 2005). Seperti: jentrifikasi ekonomi (Bilbao, Spanyol), jentrifikasi sosial (Inner London, Inggris), Jentrifikasi Politik (Prenzleuer Berg - Berlin. Jerman), Jentrifikasi Budaya (Istambul.Turki), Jentrifikasi Super (Brooklyn Heights - New York). Hingga kini pembangunan bangunan di Indonesia, secara fisik dikembangkan dan dikendalikan oleh olah desain dan teknologi. Kalau kita kaji lagi lebih dalam bentuk-bentuk arsitektur itu sudah terdapat pada masa kolonial yang unsur-unsur ungkapan dan mungkin tata ruang dalamnya dipadukan dengan arsitektur setempat (tradisonal/lokal). Kemudian pada abad ini muncul lagi sebagai salah satu citra arsitektur rumah tinggal di Indonesia yang memasukkan unsur asing ke dalam bangunannya, menggabungkan elemen arsitektur masa lalu dan masa kini, dan berciri tradisional (1988, Sani). Proses perancangan selayaknya diadaptasikan terhadap kultur, pola kehidupan dan struktur sosial. Iklim dan topografi, dengan mempertimbangkan aspek ekologi dan lingkungan secara integratif (1987, Eko Budihardj). Geoffrey H. Broadbent dalam seminar Design in Architecture (Unpar, Bandung), menyebutkan bahwa karya arsitektur sebagai rangkaian kalimat, sedang elemen-elemennya seperti garis, bidang, warna dan sebagainya, sebagai kata. Cara merangkainya beliau sebut sebagai gaya yang di tata seperti komposisi bahasa. Jadi, ekspresi arsitektur harus bisa dirasakan. Sehingga bisa melihat suatu bangunan, orang akan menemukan sesuatu yang lain, suatu ciri khas. Dilema karya arsitektur ini adalah terbangun dan tergusur. Hingga pada suatu era tertentu akan dirindukan sebagai karya yang memiliki nilai seni dan budaya dari pendekatan sejarah. Desain bangunan menjadi perlambang seni dan budaya di jamannya. en_US
dc.publisher s.n. en_US
dc.subject JENTRIFIKASI en_US
dc.subject SENI DAN BUDAYA DALAM ARSITEKTUR en_US
dc.title Jentrifikasi seni dan budaya, dilema desain di Indonesia. Kasus : Kota Bandung en_US
dc.type Conference Papers en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account