Abstract:
Persaingan antar bank umum di indonesia semakin dinamis dan ketat dengan perkembangan teknologi yang kian masif setiap tahunnya. Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim tidak tercermin dari perkembangan bank umum syariah yang masih tergolong lambat dibandingkan bank umum konvensioal. Sehingga merger menjadi salah satu strategi yang dilakukan untuk meciptakan lembaga perbankan syariah yang kuat dan dapat bersaing. Selain itu, merger bank syariah bertujuan untuk menciptakan industri keuangan syariah Indonesia yang kuat dan besar di dunia. Meskipun begitu, penelitian lain yang membandingkan kinerja keuangan tentang merger menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja keuangan bank syariah BUMN yang di merger yaitu Bank BRI Syariah, Bank BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri sebelum dilakukannya merger dan Bank Syariah Indonesia yang merupakan bentuk bank setelah merger. Pengukuran kinerja sebelum dan setelah merger dilakukan berdasarkan Risk-Based Bank Rating (RBBR) atau RGEC untuk mengukur kesehatan bank dan Maqashid Syariah Index (MSI) untuk mengukur sejauh mana bank telah menjalankan tujuan syariah. Lalu akan dibandingkan sebelum merger dan setelah merger untuk melihat perbedaannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjenis penelitian deskriptif. Peneltian deskriptif dilakukan dengan menggunakan pendekatan Risk-Based Bank Rating atau RGEC (Risk, Good Corporate Governanve, Earnings, Capital) yang telah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui peraturan OJK Nomor 8/POJK.03/2014. Selain itu, penelitian ini akan menggunakan pendekatan Maqashid Syariah Index (MSI) dengan menilai tujuan syariah berdasarakan 3 tujuan utama yaitu mendidik individu, keadilan, dan kesejaheraan. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang dikumpulkan dengan cara studi dokumentasi dari laporan tahunan dan lapooran keuangan BRIS, BNIS, dan BSM untuk tahun 2019 dan 2020, lalu BSI untuk tahun 2021 dan 2022. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kesehatan bank yang tercermin dari kinerja keuangannya, Bank Syariah Indonesia setelah merger berpredikat sehat dengan peringkat 2 yang tidak berbeda dari BNIS dan BSM, tetapi lebih sehat dari BRIS. Hal tersebut ditunjukkan melalui rasio NPF Net, NOM, ROA, dan BOPO bank semakin membaik dari ketiga bank sebelum merger. Sedangkan rasio FDR tidak lebih baik dari BNIS dan BSM, rasio STM lebih rendah dari BRIS, nilai GCG lebih rendah dari BSM, dan rasio CAR lebih rendah 1% dari BRIS. Secara keseluruhan rentabilitas bank lebih baik dari ketiga bank sebelum meger. Pencapaian tujuan syariah yang dinilai melalui MSI, setelah merger mengalami penurunan nilai dibandingkan BSM sebelum merger, tetapi lebih tinggi dari BRIS dan BNIS. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran bagi bank umum syariah maupun konvensional yang akan melakukan strategi merger, bahwa merger belum tentu akan meningkatkan kinerja keuangan secara menyeluruh maupun mencapai tujuan syariah lebih tinggi.