Abstract:
Pertumbuhan industri makanan dan minuman dewasa ini banyak menjadi sorotan masyarakat, khususnya terkait sertifikasi halal pada suatu produk. Industri makanan dan minuman banyak menjadi sorotan karena tidak sedikit pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usahanya tanpa memiliki sertifikat halal. Salah satu pelaku usaha yang produknya tidak bersertifikat halal dan tetap mampu menjalankan kegiatan usahanya adalah Perusahaan “X”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami, apakah labelisasi sertifikasi halal secara yuridis wajib dipenuhi atas produk dari oleh perusahaan “X” berdasarkan hukum positif di Indonesia. Selain itu, penulis juga ingin mengidentifikasi bentuk perlindungan konsumen terhadap produk Perusahaan “X” yang belum memperoleh sertifikasi halal berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penelitian ini akan ditinjau menggunakan metode historis yuridis normatif. Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan menafsirkan peristiwa yang timbul di masa lalu, yakni selama proses pemenuhan sertifikat halal oleh Perusahaan “X”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa secara normatif terdapat kewajiban untuk bersertifikat halal bagi produk yang akan masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia. Namun pada kenyataannya, kewajiban ini tidak dapat diwujudkan sebagaimana mestinya. Kurangnya kepatuhan akan hukum dan kesadaran dari para pelaku usaha atas pentingnya sertifikat halal akan menimbulkan kerugian bagi Perusahaan “X” itu sendiri. Tidak adanya jaminan akan kehalalan produk Perusahaan “X” akan menimbulkan kerugian juga bagi konsumen beragama Islam. Dengan demikian, dibutuhkannya perlindungan bagi konsumen yang menganut agama Islam atas ketidakpastian dari produk Perusahaan “X” yang belum memperoleh sertifikat halal.