Abstract:
Proses wayfinding bagi penyandang Tunanetra merupakan proses yang berbeda dengan proses wayfinding pada umumnya dengan segala keterbatasannya untuk mendapatkan informasi dari lingkungan sekitarnya. Wayfinding merupakan proses bagaimana seseorang menemukan jalannya dari sebuah titik menuju titik tujuannya. Proses ini melibatkan banyak informasi yang ditangkap dari lingkungan sekitar. Di Indonesia diperkirakan hidup 35 Juta orang dengan masalah penglihatan yang disebut juga sebagai Tunanetra. Orang-orang ini perlu menavigasi diri mereka sendiri melalui kota dan tempat. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menganalisis kualitas wayfinding pada Stasiun MRT ASEAN untuk penyandang Tunanetra. Data untuk analisis ini dikumpulkan melalui kunjungan wisata di Stasiun MRT ASEAN serta dari analisis pesawat lokasi Stasiun MRT ASEAN. Ke dalam penelitian juga dilakukan wawancara dengan penyandang tunanetra serta observasi selama mereka bernavigasi. Selain kunjungan, observasi dan wawancara, penelitian teoritis juga dilakukan untuk memahami teori di balik wayfinding dan desain universal. Temuan dari kedua pendekatan ini disatukan dalam makalah ini untuk menggabungkan teori dan membandingkannya dengan praktik pengguna Tunanetra di stasiun MRT ASEAN. Hasilnya adalah bangunan yang telah memenuhi standar peraturan dan secara teori telah mengikuti kaidah prinsip desain universal. Dengan fasilitas yang tersedia sedemikian rupa, ditemukan bahwa pengguna Tunanetra lebih memilih untuk menggunakan layanan pendampingan yang disediakan oleh pihak MRT alih-alih memulai proses wayfinding mereka sendiri menggunakan fasilitas yang ada dikarenakan kurangnya informasi mengenai keadaan sekitar yang dapat diakses bagi pengguna Tunanetra, mengakibatkan perjalanan mereka menjadi tidak efisien waktu dan efektif.