dc.description.abstract |
Limbah cair industri mengandung zat warna kompleks yang berbahaya bagi
lingkungan dan manusia jika tidak diolah terlebih dahulu. Koagulasi dan flokulasi
merupakan salah satu metode terbaik pengolahan limbah cair industri. Penggunaan koagulan
inorganik yang umum dilakukan memberikan efisiensi pengolahan limbah zat warna yang
baik untuk zat warna tunggal ataupun campuran biner; namun bersifat tidak ramah
lingkungan karena dapat menghasilkan volume sludge yang tinggi, tidak mudah diurai oleh
mikroorganisme, serta harganya kurang ekonomis. Penggunaan koagulan alami di dalam
pengolahan limbah zat warna menjadi salah satu alternatif; selain harganya yang ekonomis
juga meminimisasi volume sludge yang dihasilkan dan lebih mudah terurai oleh
mikroorganisme. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan; biji Moringa oleifera
dapat digunakan sebagai bahan aktif koagulan alami. Namun pemanfaatannya masih terbatas
pada zat warna tunggal sehingga pada penelitian ini akan diaplikasikan untuk zat warna
biner.
Biji Moringa oleifera diekstraksi menggunakan pelarut NaCl 1 M dengan rasio
sebesar 1 : 20 (b/v) sehingga didapatkan ekstrak kasar yang digunakan sebagai bahan aktif
koagulan. Ekstrak kasar yang diperoleh dianalisa konsentrasi proteinnya menggunakan
metode Bradford. Koagulasi dilakukan untuk mengamati pengaruh beberapa faktor
koagulasi; mencakup variasi pH pada 3 - 8, dosis koagulan sebesar 800 - 1800 mg eq
BSA/L serta konsentrasi awal zat warna tunggal dan biner sebesar 50 - 100 mg/L. Zat warna
biner yang digunakan adalah congo merah dan tartrazine dengan rasio 1 : 1. Respon yang
diamati berupa persen removal zat warna hasil koagulasi menggunakan metode
spektrofotometri UV/Vis dan volume sludge endapan hasil koagulasi menggunakan metode
imhoff cone. Profil persen removal zat warna dan volume sludge yang diperoleh; digunakan
untuk menentukan kondisi terbaik koagulasi zat warna tunggal dan biner menggunakan
koagulan alami ekstrak kasar biji Moringa oleifera.
Koagulasi terbaik zat warna biner dicapai pada pH 3, karena pada kondisi ini zat
warna bermuatan negatif dan koagulan bermuatan positif sehingga menyebabkan terjadinya
charge neutralization. Dosis koagulan terbaik untuk koagulasi zat warna biner adalah 1000
mg eq BSA/L; apabila dosis koagulan ditingkatkan hingga 1400 mg eq BSA/L tidak lagi
memberikan perubahan signifikan terhadap persen removal. Variasi konsentrasi awal zat
warna biner dengan perbandingan congo merah dan tartrazine 1:1 menimbulkan efek non
interactive pada congo merah serta sinergistik pada tartrazine seiring dengan pertambahan
konsentrasi hingga 200 mg/L. Hal tersebut ditandai dengan persen removal tartrazine pada
kondisi tunggal (51 - 77%) lebih rendah dibandingkan pada kondisi binernya (72 - 76%),
sementara congo merah cenderung konstan (93 - 95%). Timbulnya efek sinergistik
disebabkan gugus amina terprotonasi dari congo merah pada pH 3 mengalami interaksi
elektrostatik dengan gugus sulfonat bermuatan negatif milik tartrazine pada permukaan
protein. Hal tersebut menyebabkan hanya ada satu gugus sulfonat dari tartrazine yang
berikatan dengan gugus amina terprotonasi dari protein. Sementara untuk congo merah,
persen removal cenderung konstan baik pada kondisi biner maupun tunggal disebabkan
kedua gugus sulfonat berikatan dengan gugus amina terprotonasi pada protein baik pada
kondisi biner maupun tunggalnya. |
en_US |