dc.description.abstract |
Biji kelor (Moringa oleifera) mengandung protein globulin yang cukup tinggi;
sebesar 53% telah berhasil diaplikasikan sebagai koagulan alami. Namun; memiliki
beberapa kekurangan diantaranya waktu sedimentasi yang lama dan peningkatan kandungan
zat organik pada air olahan. Peningkatan kinerja ekstrak protein sebagai koagulan alami
dapat dilakukan dengan pembuatan koagulan magnetik yang dapat mempercepat waktu
sedimentasi. Fungsionalisasi koagulan magnetik dilakukan dengan 2 metode; yaitu adsorpsi
dan dispersi. Pengolahan limbah cair menggunakan koagulan magnetik via dispersi masih
memiliki kandungan zat organik. Sebaliknya; penggunaan koagulan magnetit via adsorpsi
dapat mengurangi peningkatan zat organik dalam limbah cair, tetapi perlu dilakukan
modifikasi permukaan untuk meningkatkan kapasitas protein pada permukaan magnetit agar
kinerja koagulasi maksimal.
Ekstraksi protein biji kelor dilakukan menggunakan pelarut NaCl berkonsentrasi
rendah, sebesar 1 M pada pH 5,5. Ekstrak yang diperoleh diuji kadar proteinnya
menggunakan metode Bradford. Fungsionalisasi koagulan magnetik via adsorpsi, dilakukan
dengan cara modifikasi permukaan magnetit terlebih dahulu menggunakan asam humat atau
asam galat; dilanjutkan dengan proses adsorpsi oleh ekstrak protein. Adsorpsi dilakukan
pada pH yang divariasikan dalam rentang 9 – 12. Fungsionalisasi koagulan magnetit via
dispersi dilakukan dengan cara sonikasi magnetit dengan ekstrak protein. Fungsionalisasi
koagulan magnetit via dispersi dilakukan dengan cara sonikasi magnetit dengan ekstrak
protein. Koagulasi zat warna kongo merah dilakukan dalam jar test apparatus dengan
kecepatan 100 rpm selama 2 menit; dilanjutkan pada 20 rpm selama 20 menit dengan variasi
pH 3 – 10; dosis koagulan magnetik 25 – 250 mg/L untuk via adsorpsi; dosis ekstrak protein
0 – 300 mg eq BSA/L dan dosis magnetit 0 – 2,5 mg/L untuk via dispersi; dan konsentrasi
awal kongo merah 10 – 60 ppm. Respon yang diamati adalah %removal zat warna setiap
waktu menggunakan metode spektrofotometri UV-vis dengan pengambilan sampel setiap 5
menit dan volume sludge menggunakan metode volumetrik dengan bantuan Imhoff cone.
Kinetika sedimentasi dimodelkan dengan pseudo orde 1 dan pseudo orde 2.
Kapasitas adsorpsi protein mencapai 34,274 μg eq BSA/mg untuk modifikasi asam
humat dan 30,957 μg eq BSA/mg untuk modifikasi asam galat pada pH 10,5. Koagulasi
dengan pendekatan adsorpsi tidak teramati adanya pembentukan flok yang menandakan
terjadinya koagulasi, sehingga penelitian dilanjutkan dengan pendekatan dispersi.
Peningkatan pH pada koagulasi menggunakan koagulan magnetik via dispersi mengalami
penurunan pada %removal dan volume sludge; pH terbaik koagulasi zat warna kongo merah
adalah 3 dengan %removal 97,62% dan volume sludge 2 mL/L limbah. Dosis ekstrak terbaik
sebesar 100 mg eq BSA/L dengan %removal 95,70% dengan volume sludge 0,60 mL/L
limbah; penambahan dosis lebih lanjut tidak lagi meningkatkan %removal, hanya
menghasilkan lebih banyak volume sludge. Penambahan dosis magnetit
meningkatkan %removal dan volume sludge. Penambahan konsentrasi awal kongo merah
mengakibatkan menurunnya %removal dan volume sludge dengan variasi terbaik pada 10
ppm menghasilkan %removal 95,56% dengan volume sludge 3,20 mL/L limbah. Kinetika
sedimentasi diwakilkan oleh pseudo orde 2 dengan proses chemisorption. |
en_US |