Abstract:
Pada sambungan baut yang menahan gaya tarik, pelat dapat berdeformasi dan
menghasilkan gaya reaksi akibat bertumpu pada pelat lain yang disambung,
sehingga mengakibatkan perbesaran gaya tarik baut, yang disebut juga dengan aksi
ungkit atau prying action. Adanya ketidakpastian dalam perhitungan
mengakibatkan prying action atau aksi ungkit tidak dijabarkan dalam ketentuan
AISC 360-16. Pengaruh efek ini cenderung diprediksi melalui pendekatan atau
dihindari dengan menerapkan syarat-syarat untuk meminimalkannya. Beberapa
panduan yang saat ini sudah memuat persamaan prying, seperti AISC Steel Design
Guide 17 dan AISC Steel Construction Manual 14th Edition, perlu dikaji untuk
mengetahui tingkat konservativitas dan rentang cakupannya. Pada penelitian ini
dilakukan studi numerikal yang mengevaluasi pengaruh berbagai variabel,
termasuk ada atau tidaknya gaya pratarik baut, terhadap prying action dan
dampaknya pada kelelehan pelat maupun baut. Pemodelan metode elemen hingga
menggunakan program Abaqus untuk sambungan profil T dan balok WF. Variasi
pemodelan yang dilakukan mencakup posisi baut, ketebalan sayap profil T, gaya
pratarik baut, serta pengaruh asumsi fleksibilitas pelat-pelat penyusun balok WF.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa semakin besar jarak baut ke
tepi, semakin tebal pelat, dan adanya pratarik mampu mengurangi rasio gaya prying
gaya per baut akibat beban luar, sedangkan pengaruh fleksibilitas balok WF tidak
memberikan perbedaan gaya prying yang signifikan. Pada sambungan dengan
pratarik bergesernya bidang kontak ke luar area baut mengindikasikan timbulnya
gaya prying. Persamaan prying pada AISC Steel Design Guide 17 atau AISC Steel
Construction Manual 14th Edition memberikan estimasi gaya prying yang cukup
mendekati hasil analisis pada sambungan baut dengan pratarik, namun
menghasilkan perbedaan yang signifikan pada sambungan baut tanpa pratarik.