dc.description.abstract |
Pertandingan sepak bola merupakan salah satu contoh dari karya siaran, dimana bila berbicara mengenai karya siaran maka identik dan berkaitan erat dengan keberadaan lembaga penyiaran yang diberikan pelindungan dalam bentuk hak terkait, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun seiring dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, dikenal sebuah layanan bernama layanan konten Over The Top, dalam hal ini adalah Mola TV. Mola menerima lisensi untuk menyiarkan siaran UEFA Euro 2020 pada layanan konten Over The Top di wilayah Indonesia, namun terdapat pihak ketiga yang menggunakan konten siaran tersebut pada area komersil tanpa adanya izin terlebih dahulu, dimana perbuatan tersebut termasuk ke dalam pelanggaran hukum. Penulis melakukan penelitian guna mengetahui apakah kedudukan dari layanan konten Over The Top dapat dipersamakan dengan kedudukan dari lembaga penyiaran yang telah diatur dalam UU Penyiaran dan UU Hak Cipta, dengan menggunakan metode yuridis normatif. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa antara layanan konten Over The Top dengan lembaga penyiaran merupakan dua hal yang tidak dapat disamakan, dikarenakan media penyiaran yang digunakan oleh keduanya adalah berbeda. Maka dapat
disampaikan bahwa Mola sebagai pihak yang menerima lisensi untuk siaran UEFA Euro 2020 pada layanan konten Over The Top tidak dapat diberikan pelindungan hak terkait sebagaimana UU Hak Cipta memberikannya kepada lembaga penyiaran. Dalam hal ini, Mola dapat melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan secara perdata yakni gugatan wanprestasi kepada Pengadilan Negeri yang didasarkan dengan adanya syarat dan ketentuan yang telah tercantum baik dalam aplikasi ataupun webstite, atau disebut dengan perjanjian baku. Dengan ini, Mola dapat memintakan ganti rugi kepada pihak yang merugikan berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata. |
en_US |