Abstract:
Prapenuntutan adalah salah satu tahapan dalam proses peradilan pidana di Indonesia. Dalam hal ini, prapenuntutan adalah tindakan Jaksa dalam memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainyapenyidikan dari Penyidik, mempelajari dan/atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik, serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan. Salah satu implementasi dari memantau perkembangan penyidikan tersebut adalah pengembalian berkas perkara oleh Penuntut Umum kepada Penyidik yang disertai dengan petunjuk mengenai hal-hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi agar berkas dapat dilimpahkan ke tahap penuntutan. Hal ini memungkinan terjadinya “bolak-balik” berkas perkara antara Penyidik dengan Penuntut Umum, yang tentunya menghambat proses penegakan hukum. Maka, untuk meminimalisasi risiko tersebut, kerja sama atau koordinasi dilakukan oleh Kejaksaan dan Kepolisian dengan dilandasi Asas Diferensiasi Fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis berapa lamakah jangka waktu prapenuntutan dapat dilakukan atau diadakan Penuntut Umum dan perlukah membentuk Penuntut Umum Khusus untuk mengatasi permasalahan dalam prapenuntutan sebagaimana yang dimiliki oleh Penyidik yaitu Penyidik Pegawai Negeri Sipil mengingat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, serta peraturan pelaksana lainnya tidak mengatur secara jelas mengenai jangka waktu prapenuntutan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) yang disertai dengan studi lapangan (field research) melalui wawancara terbatas khususnya berkaitan dengan prapenuntutan yang dilakukan oleh Penuntut Umum dihubungkan dengan Asas Diferensiasi Fungsional. Lokasi Penelitian dilakukan di beberapa tempat, yaitu Perpustakaan Universitas Parahyangan Bandung, Badan Narkotika Nasional Kota Samarinda, Pengadilan Negeri Samarinda, dan Pengadilan Negeri Balikpapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekalipun Penyidik dan Penuntut Umum telah menerapkan Asas Diferensiasi Fungsional melalui pembuatan suatu prosedur yang disebut dengan Berita Acara Koordinasi dan Konsultasi, namun pada kenyataannya, lambatnya penyelesaian perkara yang membawa akibat lainnya yakni terkait dengan masa penahanan dari Tersangka masih kerap terjadi karena lemahnya koordinasi yang berkaitan dengan kelengkapan berkas yang menyangkut bukti yang membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi yang digunakan Penyidik serta berkas lainnya.