Pembuatan pewarna rambut alami dari kulit buah manggis (Garcinia Mangostana L.)

Abstract

Pewarna rambut sudah dikenal menjadi kebutuhan untuk menunjang penampilan seseorang pada era modern. Tanpa disadari, penggunaan pewarna rambut sintetis yang tersedia di pasaran memberikan dampak negatif berupa paparan bahan kimia yang umumnya bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan alergi pada penggunanya. Seiring dengan kesadaran masyarakat modern akan keinginan untuk memanfaatkan bahan - bahan natural (back to nature) malca penggunaan pewarna rambut alami mendapatkan perhatian dari masyarakat. Buah manggis merupakan salah satu buah yang banyak dijumpai di Indonesia dan dijuluki sebagai queen of fruit, tapi pemanfaatannya belum optimal. Kulit buah manggis menyimpan potensi sebagai sumber pewarna alami berupa anthocyanin dan tannin yang aplikatif sebagai pewarna rambut a]ami. Kulit buah manggis tercatat sebagai sumber anthocyanin yang cukup besar dengan kandungan sebesar 200 mg anthocyanin per 100 g yang selama ini pemanfaatannya hanya terbatas pada suplemen. Alternatif pemanfaatan ekstrak kulit buah manggis sebagai pewarna alami untuk rambut menjadi daya tarik tersendiri karena menghasilkan warna yang diminati masyarakat saat ini, yaitu coklat kehitaman. Ekstraksi pigmen alami kulit buah manggis dilakukan secara konvensional menggunakan metode soxhlet dan soaking dengan memvariasikan jenis solvent; yaitu: metanol yang diasamkan dengan HCI, metanol, air yang diasamkan dengan HCl, dan air menggunakan rancangan percobaan faktor tunggal untuk mendapatkan solvent terbaik. Respon yang dimati bempa kadar air (Karl Fischer), perolehan ekstrak zat warna, kadar anthocyanin (diferensiasi pH), dan kadar tannin (Folin - Ciocalteu). Formulasi pewarna rambut dilakukan dengan metode pencampuran; di mana ekstrak zat warna pigmen warna sebanyak 0,2 g dicampurkan dengan bahan - bahan aditif berupa mordant ferrous sulfate dan developer asam askorbat serta dilakukan penambahan air hingga diperoleh 6,2 g formula pewarna rambut. Rancangan percobaan yang digunakan adalah response surface pentagonal design untuk mendapatkan konsentrasi mordant dan developer optimum dengan memvariasikan konsentrasi mordant ferrous sulfate sebanyak 4 level; sebesar 1,86, 5,5, 6,89 dan 10 %-w/w total formula dan konsentrasi developer asam askorbat sebanyak 5 level sebesar 1, 22, 2,85, 5,5, 8, 15, dan 9,78 %-w/w total formula. Respon yang diamati berupa kekuatan wama (indikator warna) dan ketahanan wama (pencucian) menggunakan rasio substrat (rambut) dan formula 1 : 10 (w/w). Hasil penelitian menunjukkan metode soxhlet menggunakan solvent metanol yang diasamkan dengan HCl memberikan perolehan ekstrak zat warna sebesar 27,0% dan kadar anthocyanin sebesar 710 mg anthocyanin/g ekstrak; lebih tinggi dibandingkan metode soaking. Metode ekstraksi dan pengasaman solvent tidak mempengaruhi kadar tannin ekstrak zat warna yang dihasilkan; solvent metanol menghasilkan kadar tannin sebesar 2,40 mg tanning ekstrak. Penambahan komposist mordant (1,00 - 10 %- w/w) dan pengurangan komposisi developer (10 - 1,00 %-w/w) akan menurunkan tingkat wama pewarna rambut menjadi lebih gelap. Komposisi mordant dan developer yang optimal (tingkat 2) pada formulasi diperoleh pada penggunaan mordant sebesar 9,80 %-w/w dan developer sebesar 1,86 %-w/w. Formula pewarna rambut yang dihasilkan dapat menempel cukup kuat pada rambut dan tidak luntur.