Abstract:
Eye tracking sudah digunakan untuk mendeteksi perubahan okular. Namun,
sejauh ini belum ada penelitian yang menentukan apakah indikator eye tracking mampu
mendeteksi kewaspadaan padahal eye tracker memberikan hasil objektif dan sering
dikaitkan dengan kelelahan yang dapat menurunkan kewaspadaan. Penelitian ini
bertujuan menentukan indikator eye tracking yang sensitif mendeteksi tingkat
kewaspadaan berdasarkan pembatasan durasi tidur dan jenis kelamin.
Penelitian melibatkan 56 partisipan (28 pria, 21,32 ± 1,16 tahun dan 28 wanita,
21,5 ± 1,2 tahun). Penelitian dilakukan dengan simulasi inspeksi cacat (dirt, scratch,
missing part, dan poor assembly) pada 50 senter menggunakan eye tracker, PVT dan
KSS. Durasi tidur dibatasi pada 4 jam dan 8 jam. Variabel terikat eye tracker yang diukur
adalah durasi fiksasi, diameter pupil, jumlah sakadik, dan kecepatan sakadik. Dari PVT
diukur mean RT, %minor lapse, dan mean 1/RT. KSS digunakan untuk mengukur tingkat
kantuk. Hasil eksperimen diolah dengan Mixed ANOVA dan Pearson Correlation.
Hasil ANOVA dengan signifikasi α = 0,05 menunjukkan durasi tidur
memengaruhi mean RT (p-value = 0,001), minor lapse (p-value = 0,036), mean 1/RT (pvalue
= 0,001), kecepatan sakadik (p-value = 0,001), dan KSS (p-value = <0,001). Jenis
kelamin memengaruhi mean 1/RT (p-value = 0,016), diameter pupil (p-value = 0,022),
dan kecepatan sakadik (p-value = 0,030). Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan yang
lemah/sangat lemah antara semua indikator eye tracking dengan indikator PVT.
Kecepatan sakadik dipengaruhi durasi tidur meskipun memiliki hubungan yang
lemah dengan indikator PVT. Namun, lemahnya hubungan dapat disebabkan karena
adanya perbedaan jenis pekerjaan ketika pengujian dengan eye tracking dan PC-PVT
2.0. Maka, disimpulkan kecepatan sakadik memungkinkan untuk digunakan dalam
mendeteksi tingkat kewaspadaan seseorang berdasarkan pembatasan durasi tidur dan
jenis kelamin.