Abstract:
Salah satu hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap warga negara sebagaimana yang
telah disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta instrumen hukum internasional
ialah mengenai kebebasan dalam berpendapat dan berekspresi. Dalam konteks nasional,
kebebasan berpendapat memiliki batasan tertentu sepanjang dilakukan dengan tanpa
melawan hak serta berkaitan erat dengan perundang-undangan yang berlaku.
Pembatasan terhadap hak atas kebebasan berpendapat ialah kehormatan atau nama baik
orang lain. Sehingga, apabila seseorang melakukan suatu perbuatan menuduh seseorang di
muka umum dengan muatan pencemaran, maka orang tersebut telah melanggar hak atas
kebebasan berpendapat, yang dalam hal ini dirinya telah melakukan suatu tindak pidana
Pencemaran Nama Baik. Dengan berkembangnya teknologi khususnya dalam hal informasi
dan komunikasi, media sosial pun menjadi sarana dalam melakukan tindak kejahatan
Pencemaran Nama Baik.
Dalam penerapannya, banyak ditemukan masalah terkait pencemaran nama baik, baik yang
diatur dalam KUHP maupun dalam UU ITE, dikarenakan belakang ini banyaknya warga
negara yang saling melaporkan dengan menggunakan aturan hukum tersebut. Penerapan
sanksi pidana berpeluang dalam menghambat hak atas kebebasan berpendapat dan
berekspresi. Kini muncul kasus-kasus pencemaran nama baik yang pada proses
penyelesaiannya dilakukan secara berbeda-beda. Dan dalam perkembangannya, Indonesia
telah mengenal adanya restorative justice yang lebih mengedepankan mediasi antara pelaku
dan korban.