Abstract:
Permasalahan hukum yang terlihat di sini adalah adanya perlindungan
hukum bagi korban penyebarluasan hubungan seksual dan pornografi dengan motif
ancaman yang tidak pasti karena meskipun sudah ada undang-undangnya korban
dari penyebarluasan hubungan seksual dan pornografi dengan motif ancaman masih
khawatir akan disalahkan apabila melapor karena merasa ikut andil dalam adanya
objek yang disebarluaskan tersebut, tujuan penelitian ini adalah melihat apakah
sebetulnya korban dari penyebarluasan hubungan seksual dan pornografi dengan
motif ancaman ini dapat mendapatkan perlindungan hukum dengan melihat kepada
undang-undang yang ada. Metodelogi penelitian yang dilakukan adalah dengan
metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan mengkaji undang-undang yang ada
di antaranya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, serta Undang-Undang yang baru saja disahkan yaitu Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.Dari penelitian
ini terlihat bahwa dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008, Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat larangan untuk
menyebarluaskan hubungan seksual dan pornografi tersebut namun meskipun
demikian terdapat peraturan dalam Undang-Undang tersebut yang dapat
menkriminalisasi korban. Maka dari itu perlu melihat kepada Undang-Undang baru
yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual yang melindungi hak korban sehingga korban dalam hal ini tidak
dikriminalisasi. Peran penegak hukum juga dapat menjadi salah satu faktor terus
adanya kejahatan serupa karena kurang tegas dan tidak memihak kepada korban
dalam penyelesaiannya.Perlindungan hukum bagi korban penyebarluasan
hubungan seksual dan pornografi dengan motif ancaman dapat dilihat secara khusus
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual namun masih harus melihat kepada Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2008, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk
iv
penjelasan-penjelasan yang tidak terdapat pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Selain itu harus melihat juga
kepada peran penegak hukum dalam menyikapi kasus serupa agar mendukung
pelaksanaan perlindungan hukum bagi korban dan juga melihat kepada faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya tindak kejahatan tersebut yang dapat menjadi alat
ukur serta tindakan preventif dalam menghindari terjadinya kasus serupa di masa
yang akan datang.