Abstract:
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia seiring berjalannya waktu
semakin mengalami peningkatan. Fenomena ini memberikan dampak buruk bagi
proses tumbuh kembang serta masa depan anak. Untuk menanggulangi maraknya
kasus kekerasan seksual terhadap anak, diperlukan adanya optimalisasi
perlindungan serta pencegahan terhadap kekerasan seksual terhadap anak, karena
pemberian sanksi pidana pokok saja dianggap tidak cukup. Sehingga, pemerintah
menetapkan pidana tambahan berupa sanksi kebiri kimia, yang dimuat dalam
Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak, dan secara lebih
lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2020. Sanksi kebiri kimia
menjadi jawaban dari keresahan masyarakat atas tuntutan penegakan hukum yang
berat dan menimbulkan efek jera bagi pelaku. Namun, sanksi kebiri kimia ini
menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, perlu adanya sanksi berat yang mampu
memberikan perlindungan terhadap masyarakat dan menimbulkan efek jera bagi
pelaku. Di sisi lain, sanksi kebiri kimia perlu dipertanyakan efektivitasnya dalam
pencegahan dan perlindungan masyarakat serta kesesuaiannya terhadap nilai-nilai
pemidanaan Indonesia. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan
menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui bahwa pemberian pidana tambahan berupa kebiri kimia tidak dapat
memberikan perlindungan dan pencegahan kekerasan seksual terhadap anak secara
maksimal, dan pemberlakuannya tidak sesuai dengan konsep pemidanaan dalam
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.