Abstract:
Kesehatan mata adalah suatu hal yang harus selalu dijaga. Paparan sinar biru dari penggunaan
gadget dapat merusak mata dan mengakibatkan kelainan refraksi. Kelainan refraksi seseorang
dapat diperiksakan pada dokter mata atau pada optikal. Dalam hal ini, optikal tergolong sebagai
pelaku usaha yang menyediakan jasa yaitu jasa pemeriksaan refraksi. Sebagai pelaku usaha,
optikal diwajibkan untuk mematuhi Undang Undang Perlindungan Konsumen yang dimana
peraturan ini mengatur mengenai hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen serta
pemerintah yang mengawasi hubungan tersebut.
Pasal 8 Undang Undang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa pelaku usaha dilarang
memperdagangkan jasa yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam melakukan pemeriksaan refraksi, optikal diwajibkan untuk menaati
standar yang telah diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2016 Tentang
Penyelenggara Optikal. Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa setiap Optikal yang
menyediakan jasa pemeriksaan refraksi membutuhkan peralatan dan seorang ahli refraksionis
optisien serta prosedur yang telah sesuai dengan standar yang telah di tentukan. Sehingga apabila
pemeriksaan refraksi dilakukan pada optikal yang tidak memilki refraksionis optisien maka optikal
tersebut telah melanggar standar.
Melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2016 juga berarti melanggar Undang
Undang Perlindungan Konsumen. Atas pelanggaran tersebut pelaku usaha harus bertanggung
jawab sesuai dengan Pasal 19 yang mengatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha atas
kerugian, kerusakan dan/atau pencemaran yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Apabila terjadi kerugian akibat terlanggarnya
Undang Undang Perlindungan Konsumen tersebut maka menurut pasal 45 ayat (2) konsumen
dapat melakukan upaya hukum yaitu menyelesaikan sengketa di pengadilan maupun di luar
pengadilan.