Abstract:
Minyak bumi sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam sektor kelistrikan, industri, dan transportasi. Kegunaan minyak bumi pada sektor sektor tersebut berperan sebagai bahan bakar yang dikonversi menjadi energi kinetik dan energi listrik. Semakin berkembangnya sektor-sektor tersebut, ketersediaan minyak bumi sebagai energi tak terbarukan dapat menimbulkan masalah krisis energi dan peningkatan kadar C02 di permukaan bumi. Oleh sebab itu, diperlukan pengembangan energi terbarukan berbasis biomassa, seperti biodiesel atau green diesel.
Pemanfaatan minyak biji kapuk sebagai pengganti minyak bumi merupakan alternatif yang baik, mengingat pohon kapuk dapat tumbuh dengan mudah di Indonesia dan merupakan minyak non - pangan sehingga tidak akan bersaing dengan sektor pangan. Namun dalam minyak biji kapuk terdapat kandungan asam siklopropenoid, sehingga minyak biji kapuk harus melalui proses hydrotreating terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan bakar. Proses hydrotreating membutuhkan gas H2 bertekanan tinggi serta katalis logam bimetal agar didapat green diesel dari minyak biji kapuk. Proses ini mencakup dua reaksi, yaitu reaksi hidrogenasi yang berfungsi untuk menjenuhkan rantai asam lemak yang tidak jenuh dan reaksi deoksigenasi yang berguna untuk menghilangkan oksigen dari asam-asam lemak dan membentuk rantai n-paraffin. Proses hydrotreating ini menghasilkan produk utama berupa bio hidrokarbon jenuh rantai panjang bercabang metil yang dapat digunakan sebagai biosolar dan produk sampingan berupa propana (hidrokarbon utama dalam LPG).
Penelitian akan diawali dengan proses pembuatan katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan variasi rasio mol Ni:Mo 0,25 dan 0,35; rasio mol promotor K:P yang divariasikan pada nilai 0,35; 0,4; 0,45; 0,5; dan 0,55; serta proses sulfidasi untuk meningkatkan aktivitas katalis. Tahap selanjutnya adalah proses hydrotreating minyak biji kapuk sehingga dihasilkan biohidrokarbon rantai panjang bercabang metil. Temperatur dan tekanan yang digunakan dalam proses hydrotreating relatif tinggi, yaitu 230°C dan 35 bar untuk proses hidrogenasi awal selama 2 jam, dan proses hidrodeoksigenasi dilakukan pada 335°C dan 50 bar selama 4 jam. Pada akhir reaksi, kandungan minyak yang dihasilkan dari proses hidrodeoksigenasi (HDO) dianalisa melalui uji kualitatif dengan uji Besson dan FTIR. Analisis uji kuantitatif dilakukan dengan perhitungan konversi pada produk berdasarkan uji bilangan penyabunan, titrasi reagen Durbetaki untuk mengukur kadar gugus siklopropenoid dalam minyak sampel, uji bilangan iodium, GC-MS, pengukuran densitas, dan viskositas pada produk. Pengukuran massa C02 dilakukan di akhir reaksi untuk menentukan selektivitas reaksi hydrotreating. Selain analisis sampel, dilakukan pula analisis kuantitatif terhadap deposisi karbon pada katalis Ni-Mo/γAl2O3.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa katalis dengan komposisi rasio mol Ni:Mo 0,25 dan rasio mol promotor K:P 0,45 menunjukkan selektivitas terbaik karena mampu menghasilkan cukup banyak rantai C 14-C 18, serta dapat menurunkan bilangan iodium dan bilangan penyabunan serta memecah gugus siklopropenoid hingga memenuhi standar green diesel. Selain itu, katalis yang dibuat dari interaksi antara rasio mol Ni:Mo 0,25 dengan rasio mol K:P 0,55; serta interaksi rasio mol Ni:Mo 0,35 dengan rasio mol K:P 0,25 tidak mendukung reaksi hydrotreating, melainkan reaksi pirolisis sehingga dihasilkan produk yang berwarna hitam. Deposisi karbon pada permukaan katalis dapat dicegah dengan menggunakan rasio mol promotor K:P sebesar 0,4 hingga 0,5.