Abstract:
Arsitektur merupakan manifestasi dari kegiatan dan aktivitas manusia yang membutuhkan keberadaan suatu ruang. Dalam lingkup yang lebih luas, tatanan ruang tersebut akan membentuk konfigurasi ruang perkotaan yang terdiri dari ragam elemen fisik-spasial. Wujud ruang perkotaan tersebut akan membentuk pemandangan kota yang berbeda pada setiap kawasan. Representasi pemandangan kota ini juga turut menjadi cerminan atau image yang membentuk panorama bentang kota atau townscape. Tatanan dan keragaman elemen yang baik mampu menciptakan citra visual panorama ruang kota yang harmonis. Dalam Wastu Citra, Citra didefinisikan sebagai image kultur
yang dapat ditampilkan secara simbolik. Pada konteks ruang perkotaan, image kultur tersebut dapat memiliki kaitan dengan penciptaan nilai lokalitas kawasan perkotaan. Kota Tasikmalaya memiliki linimasa sejarah yang rumit dalam perkembangannya. Sebelum perubahan sistem administratif dari kabupaten menjadi kota, Tasikmalaya dilatarbelakangi oleh runtutan peristiwa yang dipengaruhi oleh Kerajaan Nusantara dan Kolonial Hindia-Belanda. Cikal bakal terbentuknya Kota Tasikmalaya justru berawal dari pembentukan Kecamatan Manonjaya. Tercampurnya dua budaya tersebut terfaktakan pada ragam elemen fisik-spasial yang akan berperan dalam pembentukan citra visual sekaligus memunculkan indikasi lokalitas
historiografis pada panorama ruang kotanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui citra lokalitas dan keharmonisan citra visual panorama ruang kota pada Kawasan Alun-Alun dan Masjid Agung Manonjaya dan Tasikmalaya dalam memunculkan indikasi keestetikaan panorama ruang kota yang berbasis pada kajian literatur
tentang panorama bentang kota (townscape). Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mendeskripsikan kondisi fakta dengan observasi secara daring pada kawasan ruang kota Alun-Alun Manonjaya dan Tasikmalaya dan membandingkannya dengan kajian literatur mengenai estetika
perkotaan. Data tersebut kemudian di analisis menggunakan pictorial graphic lalu dilakukan penilaian semantik sehingga memunculkan indikasi citra lokalitas dan keharmonisan citra visual. Hasil analisis menunjukkan eksistensi elemen landmark berupa Masjid Agung Manonjaya dan Tasikmalaya, bangunan permanen, juga ragam harmonious activity berperan dalam tinggi pada kedua objek studi. Sementara itu, eksistensi ragam primary dan teritary elements berperan signifikan dalam meningkatkan atau menurunkan indikasi keharmonisan citra visual panorama ruang kota kedua objek studi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ruang perkotaan yang masih mempertahankan nilai historiografi kelokalan budayanya akan menciptakan keselarasan dengan keharmonisan citra visual panorama ruang kotanya. Meski kedua objek studi memiliki setting geografi, administrasi, dan linimasa histori yang terikat, nyatanya kedua objek studi memiliki responnya masing-masing dalam mewujudkan citra lokalitas dan keharmonisan citra visual panorama ruang perkotaannya. Penelitian ini merupakan sebagian dari riset tentang estetika perkotaan, khususnya di Indonesia, yang dilakukan oleh Bapak Ir. F.X. Budi Widodo Pangarso, M.S.P., IAP, yang diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang penerapan kajian estetika perkotaan khususnya di kota-kota di Indonesia. Penelitian ini juga dapat menjadi acuan untuk penelitian serupa mengenai townscape di Indonesia.