Abstract:
Republik Demokratik Kongo merupakan negara yang berada dalam situasi konflik
dan memiliki obligasi untuk mematuhi International Humanitarian Law (IHL) dan
International Human Rights Law (IHRL) untuk melindungi HAM. Namun,
ditemukan terdapat angka kasus pelanggaran HAM yang tinggi terutama kekerasan
seksual terhadap perempuan. Kekerasan seksual terhadap perempuan paling banyak
dilakukan oleh kelompok bersenjata asing bahkan negara yang seharusnya
melindungi masyarakat sipil. Berdasarkan pernyataan tersebut, melalui penelitian
ini penulis bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian “Mengapa kekerasan
seksual terhadap perempuan dapat digunakan sebagai senjata dalam konflik
mineral di Republik Demokratik Kongo?”. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, peneliti menggunakan perspektif feminisme yaitu teori feminist political
economy guna melihat hubungan antara gender, ekonomi-politik dan kekerasan
terhadap perempuan ditambah dengan konsep CRSV, ketidakadilan gender dan
masculinity hegemony. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu
menganalisis fenomena sosial melalui data dan teori. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa kondisi struktural dan konflik berkepanjangan mendorong
terjadinya kekerasan seksual sebagai senjata dan penjelasannya dibagi menjadi tiga
yaitu struktur ekonomi global kontemporer, maskulinitas hegemoni laki-laki dan
ketidakadilan berbasis gender. Pertama, kondisi ekonomi global kontemporer
didukung oleh kapitalisme dan persaingan untuk sumber daya langka mendorong
aktor untuk memenuhi kepentingannya melalui jaringan informal. Hal tersebut
mendorong adanya motivasi untuk menguasai SDA mineral oleh kelompokkelompok
bersenjata yang menggunakan kekerasan seksual sebagai taktik untuk
mengusir populasi. Kedua, kekerasan seksual berfungsi sebagai cara bagi laki-laki
untuk mengembalikan maskulinitas hegemoni ekonomi laki-laki, respon terhadap
marginalisasi laki-laki akibat pembagian sumber daya yang tidak merata dan taktik
untuk menjatuhkan maskulinitas laki-laki lain. Ketiga kekerasan seksual sebagai
dampak dari zaman kolonialisme Belgia yang mendorong adanya peran dalam
pekerjaan antara laki-laki dan perempuan, berakibat kepada subordinasi,
marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan yang berkontribusi terhadap
ketidaksetaraan gender.