Abstract:
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia semakin
banyak jumlahnya dan meningkat ekspektasinya terhadap kebutuhan dasar. Hal ini
membuat tingkat persaingan antar bisnis menjadi semakin ketat dan mendorong para
pengusaha agar berinisiatif menciptakan daya saing masing-masing sembari tetap
mempertahankan daya saing yang sudah dimiliki. Di tengah pandemi yang melanda
secara global, perekonomian di Indonesia juga terkena imbasnya, tak terkecuali
industri pangan. Oleh karena itu, pengusaha membutuhkan upaya untuk tetap dapat
mempertahankan kelangsungan usahanya, yakni dengan mencapai besar laba yang
diharapkan. Untuk merealisasikan target ini dibutuhkan kemampuan menggunakan
sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien, dan kemampuan merinci;
menghitung; dan membebankan biaya yang timbul akibat proses produksi. Dengan
demikian, dalam menentukan barang/jasa yang ingin ditawarkan dengan harga jual
yang bersaing serta menentukan besar laba yang diinginkan menjadi lebih mudah.
Penetapan harga jual dan besar laba tersebut memerlukan informasi
terkait biaya yang ditimbulkan untuk mendapatkan barang/jasa tersebut, yang disebut
sebagai harga pokok produksi (HPP). Perhitungan HPP yang lebih akurat dapat
diperoleh dengan menggunakan metode Activity-Based Costing (ABC) untuk
menghitung biaya-biaya yang sulit untuk dibebankan secara langsung ke barang/jasa
terkait. Dalam penelitian ini, terdapat tujuan membantu suatu pengusaha pada
industri pangan untuk memiliki keunggulan kompetitif berupa harga jual yang dapat
bersaing namun menghasilkan besar laba optimal dari tiap menu yang ditawarkan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode
deskriptif analitis. Adanya pengumpulan data terkait biaya-biaya yang terjadi pada
bulan Agustus 2019 guna melakukan perhitungan HPP dengan menggunakan metode
ABC, biaya-biaya tersebut menjadi dikelompokkan menjadi biaya langsung, biaya
tidak langsung, dan biaya nonproduksi. Hasil perhitungan HPP tersebut akan
dibandingkan dengan hasil perhitungan HPP yang dilakukan oleh pemilik usaha.
Dengan demikian, akan dapat ditarik kesimpulan dan diberikan saran yang dapat
membantu pemilik mempertahankan kelangsungan usahanya.
Berdasarkan hasil penelitian, RMK menggunakan metode
konvensional untuk perhitungan HPP produknya. Selain itu, terdapat biaya-biaya
yang tidak diperhitungkan oleh RMK seperti biaya transportasi, biaya parkir, biaya
penyusutan, dan sebagainya; sehingga RMK kurang tepat dalam mengklasifikasikan
biaya-biaya yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan RMK mengalami overcosted
sebesar Rp 1,936 (ayam goreng), Rp 3,052 (rawon), dan Rp 4,327 (sop buntut). Oleh
karena itu, RMK disarankan agar menggunakan metode ABC dalam perhitungan
HPP menu makanan yang ditawarkan kepada pelanggan, sehingga pengambilan
keputusan terkait penetapan harga jual dengan besar laba yang diinginkan lebih tepat.