dc.description.abstract |
Kewenangan Komisi Yudisial dalam mengawasi hakim ada pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Adanya permasalahan terjadi pada pemeriksaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim (KEPPH) oleh hakim sampai dengan pemberian sanksi yang belum bersifat final karena Komisi Yudisial hanya mempunyai wewenang pemberian sanksi sebatas rekomendasi kepada Mahkamah Agung. Banyak perdebatan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial terkait pelanggaran KEPPH oleh Hakim.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis sosiologis. Artinya suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta, yang kemudian menuju pada identifikasi dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah. Penelitian ini melihat implementasi kinerja Komisi Yudisial dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Komisi Yudisial dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dikatakan belum efektif. Pencapaian kinerjanya Komisi Yudisial untuk mengetahui sudah menegakkan kehormatan hakim, keluhuran martabat serta perilaku hakim, Komisi Yudisial melihat dari jumlah pelanggaran Hakim yang melanggar KEPPH. Masih banyak perdebatan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung terkait pemberian sanksi pelanggaran KEPPH. Saran dari Penulis adalah perlunya dibuat peraturan bersama yang memperkuat perbedaan ranah perilaku, ranah teknis yudisial, dan ranah administrasi. Kemudian perlunya penguatan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial dalam dualisme pengawasan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, terutama untuk Komisi Yudisial dalam kewenangan memeriksa pelanggaran KEPPH sampai dengan pemberian sanksi. |
en_US |