Abstract:
Isu pemanasan global akibat terus meningkatnya konsumsi energi pada bangunan membuat
pentingnya optimasi penggunaan pencahayaan alami di dalam bangunan untuk efisiensi energi dan
kinerja visual. Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pondok Indah merupakan salah satu gereja yang
menerapkan pencahayaan alami sebagai salah satu elemen desain utama, namun pengaplikasiannya
masih belum cukup untuk menunjang aktivitas jemaat di dalamnya. Pada simulasi awal kondisi
eksisting didapatkan bahwa tingkat iluminasi dan kemerataan cahaya belum memenuhi standar dari
BREEAM dan Holmes untuk kinerja visual dalam gereja. Penelitian ini memfokuskan pada aspek
kinerja visual terkait tingkat iluminasi, kemerataan cahaya, dan dan rasio iluminasi di dalam ruang
ibadah menggunakan standar kinerja visual dari BREEAM dan Holmes.
Penelitian menggunakan metode eksperimental-simulatif dengan pendekatan kuantitatif,
dengan menggunakan bangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pondok Indah sebagai objek
penelitian. Metode eksperimental ditujukan untuk alternatif desain pemasukan cahaya alami yang
meliputi bukaan atas dengan modifikasi variabel jumlah, dimensi, dan konfigurasi, dan bukaan
samping pada bangunan GKI Pondok Indah. Pada simulasi awal kondisi eksisting, hasil yang didapat
untuk tingkat iluminasi berupa DF (daylight factor) rata-rata adalah 1,6% dan nilai kemerataan
cahaya sebesar 0.1, dan rasio iluminasi sebesar 1:1 dimana ketiganya belum memenuhi standar
kinerja visual pada bangunan gereja. Upaya optimasi dilakukan dengan alternatif bukaan samping
dan bukaan atas dengan mempertahankan elemen desain eksisting Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Pondok Indah. Alternatif 1 dan 2 untuk bukaan atas dilakukan dengan aspek jumlah, dimensi, dan
konfigurasi bukaan atas yang diubah. alternatif bukaan atas yang paling optimal akan dikaji untuk
alternatif 3 yaitu bukaan samping pada area di bawah mezzanine dengan penambahan jumlah bukaan
serta light shelf. Hasil simulasi alternatif 3 sudah memenuhi standar BREEAM kecuali pada bagian
di bawah mezzanine namun belum memenuhi standar Holmes. Hasil alternatif 3 dikaji lagi untuk
alternatif 4 sebagai upaya untuk memenuhi standar Holmes tentang rasio iluminasi dengan
penambahan skylight.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kemerataan cahaya sangat dipengaruhi oleh jarak dan
letak bukaan. Jarak bukaan yang optimal untuk memenuhi standar kemerataan cahaya tergantung
pada arah masuknya penyebaran cahaya alami. Jika terlalu jauh akan menghasilkan area yang kurang
pencahayaan alami, jika terlalu dekat dapat menghasilkan cahaya alami yang sangat terkonsentrasi
pada area-area tertentu. Jumlah dan dimensi bukaan yang lebih besar akan meningkatkan iluminasi
ruangan. Rasio tingkat iluminasi sangat dipengaruhi oleh letak dan dimensi bukaan, karena area
seperti altar perlu bukaan yang dapat memasukkan cahaya pada area tersebut. Alternatif mengenai
desain bukaan samping tidak memberikan efek yang signifikan sehingga untuk area lantai dasar di
bawah mezzanine tidak memenuhi kriteria kinerja visual. Optimasi kinerja visual dari alternatif
desain bukaan yang sesuai adalah dengan alternatif 4 dimana semua kriteria kinerja visual oleh
BREEAM dan Holmes sudah terpenuhi dengan skylight to roof ratio sebesar 20%, naik 14% dari
eksisting. Sehingga tingkat iluminasi naik 85%, kemerataan cahaya naik 130%, dan rasio iluminasi
naik 33% dari kondisi eksisting.