Abstract:
Orang Mapur (Lom) adalah kelompok masyarakat Melayu Non-Muslim dari Pulau Bangka yang mash jarang terdengar oleh masyarakat umum. Mereka hidup sebagai masyarakat bercocok tanam dengan sistem ladang (ume) berpindah-pindah (swidden agriculture) dan mercka tinggal dalam rumah panggung yang dipanggil uma atau memarong di dalam hutan bersama dengan ladang mereka. Namun setelah dipindahkannya mereka ke dalam dusun oich pemerintah lewat program PKMT pada 1980an, mereka mengalami perubahan pola tinggal dari hidup bersama-sama dengan ladang menjadi terpisah dari ladang, Padahal, di dalam gaya hidup bersama dengan ladang itu lersimpan ilmu membangun yang unik dan karya arsitektur verakular yang khas.
Penelitian ini dilakukan dengan mengurai tektonika dus objek studi, yaitu Memarong Air Abik yang direkonstruksi pada 2019 (revived) dan Uma Panggong Nek Anya yang masth dimukim (survived). Penguraian objek studi dilakukan dengan prinsip teori tektonika arsitektur Schwartz dan Maulden, dalam perspektif aspek-aspek arsitcktur vernakular Paul Oliver. Uraian tektonika dikomparasikan kemudian agar terlihat persamaan dan perbedaan dari kedua objek tersebut yang menjadi kesimpulan tektonika dari Rumah Adat Orang Mapur, yaitu: material (how it is made), anatorni (how it stands), fungsi (how it is used), serta konstruksinya (the assembly process). Hubungan tektonika rumah adat Orang Mapur (Lom) dengan sekitarya dikaji dengan menghubungkan keempat kesimpulan tektonika tersebut terhadap lingkungan fisik serta kultur masyarakatnya.
Esensi dari tektonika rumah adat Orang Mapur (Lom) adalah rumah panggung yang terbuat dari kerangka kayu, dinding kulit poon, dan atap daun rumbia atau nipah. Rumah terdiri atas struktur dasar tieng sembilan yang dirakit dengan sambungan ikatan dari rotan. Rumah ini digunakan sebagai tempat tinggal dan tempat penyimpanan padi, serta terdapat dapur yang berupa apendiks rumah. Rumah adat Orang Mapur (Lom) merupakan respon dari lingkungan fisik masyarakatnya yang bermukim di hutan tropis yang terlihat dari bentuk panggungnya untuk menghindari banjir dan atap besarnya untuk melindungi penghuni dari hujan lebat. Tibing layar, atap depan yang berbentuk setengah kerucut, dibuat agar hujan tidak tempias (dak nempras) pada tampak depan rumah. Rumah juga terpengaruh oich aspek kultur masyarakatnya yaitu: I) gaya hidup berumé atau ladang berpindah-pindah yang menuntut rumah untuk mudah dan eepat dikonstruisi, 2) kekerabatan dan relasi sosial yang mempengaruhi sistem pengerjaan rumah, serta 3) kehidupan adat dan kepercayaan akan pantang larang yang mempengaruhi jenis material dan jumlah pada komponen bangunan.