dc.contributor.advisor |
Prastowo, Robertus Bambang Budi |
|
dc.contributor.author |
Salsabila, Jauza Marwa |
|
dc.date.accessioned |
2023-05-24T01:25:58Z |
|
dc.date.available |
2023-05-24T01:25:58Z |
|
dc.date.issued |
2022 |
|
dc.identifier.other |
skp42921 |
|
dc.identifier.uri |
http://hdl.handle.net/123456789/15157 |
|
dc.description |
4949 - FH |
en_US |
dc.description.abstract |
Pada tahun 2019, Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara sah direvisi menjadi Undang – Undang
Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu
perubahan dalam Undang – Undang tersebut ialah diberikannya kewenangan pada KPK
untuk melakukan penghentian penyidikan. Perubahan tersebut didasari untuk menjamin
adanya kepastian hukum pada Tersangka dikarenakan sebelumnya penyidikan yang
dilakukan oleh KPK dirasa berlarut-larut sehingga dirasa mengabaikan hak asasi
tersangka. Sebenarnya dasar pembuat undang-undang saat itu tidak memberikan KPK
kewenangan untuk melakukan penghentian penyidikan ialah melihat situasi penegakan
hukum di Indonesia yang saat itu dirasa kurang maksimal jika ditangani oleh kejaksaan
dan kepolisian di saat sedang maraknya korupsi di Indonesia. Sehingga pada akhirnya
didirikan KPK yang memiliki kewenangan berbeda dengan penegak hukum lainnya
untuk memaksimalkan pemberantasan korupsi yang salah satunya ialah tidak
diberikannya kewenangan penghentian penyidikan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji dan menganalisis apakah kewenangan penghentian penyidikan yang akhirnya
diberikan kepada KPK bertentangan dengan kebijakan penegakan hukum tindak pidana
korupsi sebagai extra ordinary crime dan juga mengurangi independensi pada KPK.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kewenangan penghentian penyidikan pada
KPK bertentangan dengan kebijakan penegakan hukum tindak pidana korupsi sebagai
extra ordinary crime dikarenakan membuka peluang risiko yang besar untuk
dilakukannya intervensi dikarenakan sifat dari tindak pidana korupsi yang tergolong
white collar crime dan juga dengan dibatasinya lama waktu penyidikan hingga dapat
dilakukannya penghentian membatasi KPK untuk secara leluasa melakukan penyidikan
mengingat kompleksnya sifat dari tindak pidana korupsi itu sendiri. Terkait
independensi, kewenangan penghentian penyidikan pada KPK mengurangi
independensi pada KPK karena tidak dipenuhinya kriteria-kriteria independensi KPK
sebagai lembaga negara independen maupun lembaga anti korupsi. Dengan demikian,
kewenangan penghentian penyidikan pada KPK bertentangan dengan kebijakan
penegakan hukum tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime dan mengurangi
independensi pada KPK. |
en_US |
dc.language.iso |
Indonesia |
en_US |
dc.publisher |
Program Studi Hukum Fakultas Hukum - UNPAR |
en_US |
dc.title |
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penghentian penyidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi |
en_US |
dc.type |
Undergraduate Theses |
en_US |
dc.identifier.nim/npm |
NPM6051801306 |
|
dc.identifier.nidn/nidk |
NIDN0419116502 |
|
dc.identifier.kodeprodi |
KODEPRODI605#Ilmu Hukum |
|