Abstract:
India telah menganut sistem proteksionisme sejak awal negara tersebut
meraih kemerdekaannya dengan memfokuskan ekonomi kepada industri-industri
dalam negeri serta mengurangi masuknya produk-produk impor ke dalam pasar
domestik. Namun, hal ini berubah ketika pada tahun 1991 India melakukan
liberalisasi ekonomi sebagai bentuk timbal balik dari pinjaman yang diajukan pada
International Monetary Fund (IMF) karena pada saat itu India terjerat dalam hutang
yang besar. Seiring dengan berjalannya liberalisasi yang dinamakan sebagai
reformasi 1991, India banyak mengalami peningkatan dalam perekonomian, hal ini
ditandai dengan peningkatan GDP per kapita yang tidak pernah India alami
sebelumnya. Namun, banyak perubahan terjadi ketika Perdana Menteri Narendra
Modi terpilih mewakili partainya, yakni Bharatiya Janata Party (BJP) dalam
pemilihan umum tahun 2014. Naiknya Modi ke kursi pemerintahan membawa
serangkaian kebijakan-kebijakan baru yang justru membawa India untuk kembali
masuk ke dalam sistem ekonomi yang proteksionisme. Atas dasar tersebut,
penelitian ini mencoba untuk menjawab pertayaan, “Mengapa India menerapkan
kebijakan luar negeri yang proteksionis dalam bidang ekonomi di bawah
kepemimpinan Perdana Menteri Narendra Modi pada tahun 2014 hingga 2018?”.
Penulis menggunakan kerangka pemikiran milik Michael Brecher, yakni
foreign policy analysis theoretical integration yang menyatakan adanya faktorfaktor
dalam lingkup operasional dan psikologis yang memengaruhi seluruh proses
perumusan kebijakan. Analisis menghasilkan bahwa dalam lingkup operasional,
tindakan proteksionis Modi dipengaruhi oleh adanya kegagalan-kegagalan selama
masa reformasi 1991 yang menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat India dan
adanya hubungan rivalitas antara India dengan Tiongkok. Dari faktor psikologis
terdapat faktor-faktor lain yang melihat bagaimana Modi sebagai individu yang
menjunjung nasionalisme dan juga BJP sebagai partai yang menerapkan integral
humanism yang menentang adanya kapitalisme dan komunisme.