dc.description.abstract |
Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang didalamnya terdapat banyak
bangunan cagar budaya kolonial. Diantara bangunan-bangunan tersebut, terdapat fungsi bangunan yang
dapat merepresentasikan zaman kolonial, yaitu bangunan pertahanan atau benteng. Pada Kota Yogyakarta
hanya terdapat satu benteng kolonial, yaitu Benteng Vredeburg. Mempertimbangkan melihat usia
bangunan, gaya arsitektur, dan perolehan data, dipilihlah Tembok Keliling dan Gedung Pengapit Selatan
sebagai objek studi dari Benteng Vredeburg. Benteng Vredeburg mengalami perubahan fungsi yang jauh,
dari sebelumnya sebagai sebuah benteng pertahanan hingga saat ini menjadi sebuah museum perjuangan
kemerdekaan. Penelitian ini meneliti nilai-nilai pelestarian apa sajakah yang terdapat pada Benteng
Vredeburg (Tembok Keliling dan Gedung Pengapit Selatan) setelah dilakukan perubahan fungsi menjadi
sebuah museum perjuangan, perubahan nilai pelestarian apa yang terjadi, dan teknik pelestarian yang
tepat untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut dan usaha yang dilakukan pada bila nilainya tidak sesuai.
Penelitian ini dianalisis dengan metode penelitian kualitatif dan pendekatan deskriptif, yaitu
dengan mengamati objek penelitian dan sumber-sumber lain kemudian mengajinya dengan teori
arsitektur Fungsi-Bentuk-Makna oleh David Smith Capon, teori arsitektur kolonial Era Kolonialisme di
Indonesia oleh Indri A. F. Indrarani dan Sejarah Perkembangan Arsitektur: Arsitektur Kolonial oleh X.
Furuhito, teori arsitektur pertahanan pada buku Defensible Space Theory oleh Oscar Newman, teori
arsitektur museum pada buku Time-Saver Standards For Building Types oleh Joseph De Chiara dan John
Callender, teori konservasi pada buku Conservation of Historical Building oleh Bernard M. Feilden,
Managing Built Heritage oleh Derek Worthing, dan jurnal Sejarah dan Konservasi Perkotaan sebagai
Dasar Perancangan Kota dalam Stadium General oleh Antariksa. Dengan berpedoman pada pedoman
internasional Piagam Venice, Piagam Burra, Piagam Athena, dan English Heritage, serta peraturan
dalam negeri Perda DIY No 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya.
Analisis dari penelitian ini berupa: (1)Nilai-nilai pelestarian yang terdapat pada Benteng
Vredeburg (Tembok Keliling dan Gedung Pengapit Selatan) menggunakan teori pelestarian, teori
arsitektur, dan teori arsitektur kolonial, (2)Perubahan nilai-nilai pelestarian yang dimiliki Benteng
Vredeburg (Tembok Keliling dan Gedung Pengapit Selatan) menggunakan teori arsitektur dan teori
pelestarian, (3)Nilai-nilai pelestarian yang sesuai dan tidak sesuai pada Benteng Vredeburg(Tembok
Keliling dan Gedung Pengapit Selatan) dengan parameter arsitektur benteng dan museum menggunakan
teori pelestarian, teori arsitektur benteng, dan teori arsitektur museum, dan (4)Teknik pelestarian yang
tepat untuk mempertahankan nilai-nilai pelestarian pada Benteng Vredeburg (Tembok Keliling dan
Gedung Pengapit Selatan) setelah dilakukan perubahan fungsi menjadi sebuah museum perjuangan dan
usulan-usulan usaha yang perlu dilakukan bila nilai-nilai tersebut tidak sesuai lagi menggunakan teori
arsitektur, teori pelestarian dan pedoman pelestarian. Ruang lingkup pada penelitian terfokus pada aspek
arsitektur objek studi (fungsi-bentuk-makna), dan aspek pelestarian objek studi (nilai pelestarian, wujud
dari nilai, dan konsep teknik pelestarian pada wujud dari nilai).
Berdasarkan hasil analisis penelitian, dapat ditemukan bahwa nilai-nilai pelestarian Benteng
Vredeburg (Tembok Keliling dan Gedung Pengapit Selatan) pada masa kini yang sesuai dengan
fungsinya sebagai museum berupa nilai arsitektur kolonial, nilai teknologi material baru, nilai adaptasi
dengan gaya arsitektur Eropa, dan nilai kegiatan museum khusus sejarah perjuangan bangsa Indonesia di
Wilayah Yogyakarta. Dengan usulan teknik pelestarian yang tepat untuk mempertahankan nilai-nilai
pelestarian tersebut adalah Preservasi, Rehabilitasi, dan Adaptasi pada Tembok Keliling dan Gedung
Pengapit Selatan. |
en_US |