Abstract:
Heritage Factory Outlet merupakan bangunan komersil dengan fungsi pusat perbelanjaan
yang semula merupakan rumah tinggal yang dibangun pada tahun 1910. Berlokasi di Jalan L.L.R.E.
Martadinata no. 63, Bandung, bangunan ini merupakan salah satu pelopor adanya pusat perbelanjaan
denga konsep “one stop shopping” dan dijadikan sebagai Bangunan Cagar Budaya Golongan A di
Kota Bandung. Pada mulanya, bangunan ini merupakan rumah tinggal seorang direktur
Gouvernements Bedrijven atau Gedung Sate (1898), kemudian beralih fungsi menjadi penampung
kegiatan lain hingga akhirnya menjadi Heritage Factory Outlet.
Sebelumnya, peralihan fungsi pun terus dilakukan seperti dijadikan tempat kursus Bahasa
Inggris, terminal bis, sekolah pendidikan perhotelan, hingga akhirnya mengalami kekosongan fungsi
pada beberapa waktu. Kekosongan ini membuat kondisi bangunan menjadi tidak terawat dan
terpelihara. Pada tahun 1999, bangunan ini disewa oleh pengusaha di bidang fashion yang kemudian
mengalihfungsikan bangunan menjadi fungsi komersil. Upaya yang dilakukan ini disebut dengan
adaptive reuse sebagai salah satu tindakan pelestarian terhadap bangunan cagar budaya untuk
mempertahankan sejarah dan eksistensinya. Dengan pemanfaatan bangunan dengan cara yang tepat
akan dapat menyelamatkan bangunan dan memberi dampak positif terhadap lingkungan sekitarnya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan analisa dan evaluasi kualitatif, yaitu
dengan menggambarkan kondisi eksisting bangunan dahulu dan kini. Setelah itu dilakukan kajian
evaluasi bangunan kini terhadap regulasi Kota Bandung, teori konservasi, teori adaptive reuse yang
berlaku.
Hasil dari penelitian ini menghasilkan sebuah evaluasi adaptive reuse sebagai Heritage
Factory Outlet yang dilakukan terhadap bangunan rumah tinggal ini. Upaya adaptive reuse yang
dilakukan tidak sepenuhnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun hal tersebut dikarenakan
adanya penyesuaian terhadap kebutuhan dan keinginan klien sebagai pemilik bangunan dan Tim
Bandung Heritage yang bertugas melindungi Cagar Budaya. Diadakannya fungsi baru ini
membangkitkan aktivitas pada kawasan dan memberikan nilai lebih pada bangunan dari sebelumnya
yang tidak difungsikan. Hal ini menjadi salah satu bukti penerapan adaptive reuse dapat menjadi
salah satu pelestarian Bangunan Cagar Budaya.