Abstract:
Kota sungai pasang-surut (pasut) memiliki arsitektur kota yang berkarakteristik khas kawasan sungai pasut (kasupasut). Prinsip dasar arsitektur kotanya dapat diungkap dalam konsep 5A, yakni: konsep pergerakan (Periodical Access Concept); konsep penzonaan (Melting Pot Amenity Concept); konsep pembentukan fisik spasial (Dynamic Appearance Concept);konsep pencitraan suasana (Changing Ambience Concept); dan konsep adaptasi lingkungan (Environmental Adaptation Concept). Banjarmasin adalah kota sungai pasut diurnal (diurnal tidal river) di Indonesia yang dikenal sebagai "Kota Seribu Sungai”. Sungai Martapura menjadi salah satu sungai besar yang membelah kawasan pusat kota lama,sebagai lokasi cikal bakal kota ini, yang telah menandai kekhasan karakteristik kasupasutnya. Dinamika perkembangan arsitektur kota lama, selama 489 tahun sejarah kota, telah membentuk wujud lingkungan binaan yang tersistem (koherensi) dengan kasupasut diurnal. Fenomena perkembangan arsitektur kasupasut kota lama dewasa ini, cenderung menampilkan berbagai permasalahan mispersepsi dan mis-interpretasi dalam pergeseran paradigma konsep perencanaan dan pembangunan kasupasut, yang berkaitan dengan konteks tempat dan konteks waktu. Hal ini disebabkan karena perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan kota, nampaknya belum tepat dalam membaca, memahami dan menginterpretasikan konsep arsitektur kasupasut sesuai tradisi dan potensi lokal. Tujuan penelitian ini untuk membaca, memahami dan menginterpretasikan konsep 5A arsitektur kasupasut kota lama Banjarmasin yang telah mengalami transformasi. Penelitian ini dilakukan melalui metoda konstruktivis-interpretatif; pada 5 (lima) lokasi penelitian di kasupasut Martapura kota lama Banjarmasin. Konsep tersebut selanjutnya menjadi informasi pengetahuan bagi bidang kajian arsitektur kota pasut dan sebagai pertimbangan naskah akademik bagi penyusunan penataan ruang serta evaluasi pembangunan tata ruang kasupasut Martapura kota lama Banjarmasin, agar tetap kontekstual.