Abstract:
Minyak kelapa sawit merupakan komoditas minyak nabati yang telah mengalami perkembangan yang pesat dalam perdagangan internasional selama dua dekade kebelakang. Namun perkembangan tersebut terancam dengan dikeluarkannya arahan energi terbarukan oleh Uni Eropa yang dimuat dalam Delegated-Acts Renewable Energy Directive II (RED II). RED II memberikan arahan dalam penggunaan energi bersih dan mengurangi penggunaan bahan bakar yang merusak lingkungan. Substansi dalam pasal RED II menetapkan pelarangan penggunaan komoditas minyak kelapa sawit dan juga biofuel berbasis minyak kelapa sawit di dalam wilayahnya atas alasan isu lingkungan. Hal tersebut ditentang oleh Indonesia, Malaysia, dan Kolombia yang merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang pada akhirnya membentuk Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) untuk menentang RED II. Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai upaya CPOPC dalam menghadapi RED II Uni Eropa terkait kebijakan pembatasan ekspor minyak kelapa sawit, maka dari itu penelitian ini memiliki pertanyaan penelitian yang berbunyi “Bagaimana upaya CPOPC Dalam Menghadapi RED II Uni Eropa terkait Kebijakan Pembatasan Ekspor CPO?”. Penelitian ini menggunakan perspektif pluralisme yang menjelaskan bahwa negara bukan satu-satunya aktor yang berupaya menghadapi RED II Uni Eropa. Penelitian ini pun menggunakan teori neoliberalisme institusionalis yang dimuat dalam buku The Promise of Institutional Theory karya Keohane dan Martin dan juga International Organization yang ditulis oleh Karen A untuk menjadi salah satu referensi penting dalam membantu menggambarkan pembentukan CPOPC dan kredibilitasnya sebagai sebuah institusi internasional. Konsep kerjasama internasional pun digunakan untuk memahami proses kerjasama antar negara-negara CPOPC dalam upayanya menghadapi RED II. Penelitian ini menyimpulkan adanya empat upaya yang dilakukan CPOPC untuk mengahapi RED II diantaranya adalah dengan melakukan pertemuan tingkat menteri, melakukan joint mission, mengadakan kegiatan cross visit, dan membawa permasalahan RED II ke WTO.