Abstract:
Sektor pertanian sebagai salah satu penyangga perekonomian Indonesia berkontribusi dalam
kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan catatan sampai dengan triwulan III tahun 2019, kontribusi
sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional telah melebihi pendapatan
sektor minyak dan gas. Namun, sektor pertanian masih mengalami masalah terkait dengan tata
kelola sawit di Indonesia antara lain perusahaan perkebunan sawit masih banyak belum memiliki
hak guna usaha (HGU), banyak kebun plasma belum dibangun, tumpang tindih dengan
pertambangan, menggarap kawasan di luar izin yang sudah diberikan pemerintah, tidak memenuhi
ketentuan berlaku baik jumlah luasan, ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil-red), dan plasma.
Selain itu, masih terjadi korupsi yang merajalela dalam proses penerbitan izin untuk perkebunan
serta banyaknya perusahaan yang menebang dan menanam di kawasan hutan yang terlarang untuk
budidaya sawit. Berbagai permasalahan yang timbul akibat aktivitas operasional suatu perusahaan
yang berdampak negatif bagi para pemangku kepentingannya harus diminimalisasi dengan
melakukan aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR). Perusahaan tidak lagi hanya berfokus
pada finansial (profit) saja, namun juga pada kesejahteraan masyarakat (people) dan kelestarian
lingkungan (planet).
Aktivitas CSR diungkapkan di dalam laporan keberlanjutan dengan menjadikan
GRI Standards sebagai pedoman penyusunan laporan keberlanjutan. Aktivitas CSR atas topik
material sebagai isu utama yang dianggap paling penting oleh perusahaan yang diungkapkan
dalam laporan keberlanjutan perlu disesuaikan dengan GRI Standards untuk mengetahui seberapa
dalam tingkat pengungkapan aktivitas CSR yang dilakukan dan melihat kesesuaian pengungkapan
aktivitas CSR terhadap poin-poin yang ada pada GRI Standards.
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif-kualitatif.
Penelitian dilakukan dengan menganalisis pengungkapan aktivitas CSR atas topik material yang
ditentukan perusahaan yang terdapat dalam laporan keberlanjutan perusahaan sehingga disebut
sebagai teknik pengumpulan data sekunder. Kemudian, tingkat pemenuhan pengungkapan
aktivitas CSR atas topik material perusahaan sub sektor perkebunan pada tahun 2017–2019
dianalisis berdasarkan GRI Standards dan dibandingkan pengungkapan aktivitas CSR-nya atas
empat perusahaan yang diteliti selama tahun 2017–2019. Perusahaan yang diteliti adalah Eagle
High Plantation, Golden-Agri Resources, PP London Sumatra Indonesia dan Salim Ivomas
Pratama.
Berdasarkan hasil analisis peneliti maka: (1) aktivitas CSR atas topik material
yang dilakukan keempat perusahaan selama tahun 2017–2019 secara keseluruhan sudah baik
dilihat dari pelaksanaan aktivitas CSR yang konsisten dan peningkatan dampak yang dihasilkan
dari aktivitas CSR yang dilakukan setiap tahunnya; (2) pengungkapan aktivitas CSR atas topik
material yang tidak sesuai dengan GRI Standards oleh setiap perusahaan kurang lebih hanya 10
hingga 23% dari total seluruh aktivitas CSR atas topik material; (3) pengungkapan aktivitas CSR
atas topik material Eagle High Plantation, Golden-Agri Resources, dan Salim Ivomas Pratama
paling baik yaitu pada tahun 2017 serta persentase pengungkapan aktivitas CSR atas topik material
PP London Sumatra Indonesia yang sesuai dengan GRI Standards sama untuk setiap tahunnya.
Penurunan dan kenaikan persentase pengungkapan aktivitas CSR atas topik material Eagle High
Plantation, Golden-Agri Resources, dan Salim Ivomas Pratama disebabkan karena inkonsistensi
kesesuaian pengungkapan aktivitas CSR dengan GRI Standards. Maka dari itu, saran yang dapat diberikan peneliti sebaiknya perusahaan mengungkapkan aktivitas CSR atas topik material dengan
lebih rinci sesuai dengan poin-poin yang ditentukan GRI Standards.